October 25, 2024
GAYA HIDUP & TEKNOLOGI

Kikis Stigma pada ODHIV, Komitmen Desa dan Peran Komunitas Dibutuhkan

LITERASIPOST.COM, DENPASAR | Stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan infeksi HIV (ODHIV) di masyarakat masih dirasakan cukup kuat. Kondisi tersebut yang membuat data mengenai keberadaan ODHIV belum dapat dibuka secara detail sehingga aparat pemerintah di tingkat desa tak bisa mengetahui keberadaannya.

“Hal ini yang kemudian menyulitkan ketika desa hendak dilibatkan dalam pemberian bantuan dan dukungan,” kata Ketua Bidang Edukasi Forum Peduli AIDS (FPA) Bali, Made Efo Suarmiartha dalam Workshop Program Advokasi HIV di Denpasar, Selasa (18/7/2023).

BACA JUGA :  RAFI 2024, Telkomsel Siagakan Jaringan dan Promo bagi Pelanggan Bali Nusra

Di sisi lain, kata Efo, sejatinya komitmen sebanyak 27 desa di Kota Denpasar sudah terlihat dari sejumlah program yang dijalankan termasuk alokasi anggarannya. Namun, menurutnya, masih sebatas sosialisasi/promosi untuk pencegahan.

Karena itulah, FPA mendorong agar program itu bisa dikembangkan dengan melibatkan komunitas-komunitas dengan perilaku yang berisiko di desa itu. Mulai dari program penjangkauan dimana warga dengan perilaku berisiko berani melakukan tes HIV hingga adanya bantuan sosial bagi ODHIV. “Disini tentu diperlukan juga komitmen agar tidak terjadi stigma dan diskriminasi,” ujarnya.

Mengenai masih kuatnya stigma itu, diakui oleh I Gusti Ayu Ketut Sri Witari dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali. Karena itu, pihaknya tidak menyampaikan data mengenai keberadaan ODHIV secara terbuka, meski kasus yang terungkap sudah ada datanya di layanan-layanan kesehatan.

BACA JUGA :  Kapolda Bali Cek Posko Nusa Penida

“Ini bukan hanya menyangkut stigma pada ODHIV tetapi juga pada keluarganya,” katanya. Idealnya, HIV cukup ditanggapi sebagaimana penyakit lainnya. Apalagi saat ini sudah ada obat untuk menjaga kondisi kesehatan ODHIV.

Salah-satu aktivis komunitas pendamping ODHIV, Ika Rayni menyatakan keberadaan ODHIV di suatu komunitas tidak mungkin dirahasiakan sepenuhnya. “Itu biasanya sudah menjadi rahasia umum,” katanya.

Dalam hal ini, peran kepala desa sangat penting dalam memberikan layanan yang tidak diskriminatif dan bahkan melibatkan komunitas dalam aksi pencegahan. “ODHIV yang sudah terbuka biasanya akan menjadi yang pertama dihubungi ketika ada kasus sehingga akan memudahkan juga untuk pemberian dukungan,” sambungnya.

*BPMD Denpasar Dukung Pelibatan Komunitas*

Sekretaris BPMD Kota Denpasar, Tresna Yasa (kiri) saat menyampaikan tanggapan. (Foto: LITERASIPOST)

Menanggapi adanya keinginan untuk melibatkan komunitas dalam penanganan HIV di tingkat desa, Sekretaris Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD) Kota Denpasar, Tresna Yasa menyatakan siap untuk memfasilitasi.

Pihaknya meminta FPA Bali dan komunitas memberikan rancangan program hingga rencana anggarannya. “Nanti bisa kita diskusikan langsung dengan pendamping desa karena mereka yang mengawal prosesnya,” sebutnya.

BACA JUGA :  FEB UNUD Terima Kunjungan BPKP

Menurutnya, secara regulasi tidak ada masalah untuk penggunaan dana di desa dalam penanggulangan HIV. Selama ini dana dialokasikan untuk program sosialisasi, termasuk melalui berbagai lomba dan acara seni budaya seperti pagelaran Bondres.

“Disini kita harapkan juga ada keterbukaan dari ODHIV. Karena pernah juga kita mengundang mereka tetapi ketika presentasi masih menggunakan topeng,” katanya. (igp)

Related Posts