Bantuan Rp2 Juta per KK, Puspa Negara: Janji Manis, Berpotensi Prank Politis
LITERASIPOST.COM – BADUNG | Bantuan bersifat populis sebesar Rp2 juta per KK bagi masyarakat Badung pada saat hari raya keagamaan yang merupakan janji Paslon Adi-Cipta, secara umum turut disepakati oleh Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung I Wayan Puspa Negara. Pemberian bantuan itu merupakan pemenuhan janji Adi-Cipta sebagai pemenang Pilkada.
Akan tetapi, kata Puspa Negara, perlu melindungi masyarakat penerima agar aman dan nyaman dari persoalan hukum, sosial dan psikologis. Untuk itu pihaknya memandang perlu adanya kajian hukum dan nomenklatur yang jelas di APBD, karena pemberian bantuan itu bersifat berkelanjutan.
“Kami setuju pemberian 2 juta per KK untuk masyarakat dengan catatan kajian yuridis, filosofis, historis dan psikologisnya harus jelas dan otentik terlebih dahulu, data harus valid serta adil dan merata,” ujar Puspa Negara.
“Di sisi lain, bantuan tersebut berpotensi prank dan menimbulkan ketidakadilan, jangan terburu buru, tetap harus taat azas”, sambungnya.
Dikatakan, setiap program pemerintah seharusnya dikaji secara yuridis, filosofis, historis dan psikologis karena menyangkut performa pemerintah terkait good government dan clean governance, kecermatan perencanaan, ketaatan hukum, dan pengayoman pada hajat hidup orang banyak.
Menyangkut pernyataan Adi-Cipta bahwa pemberian Rp2 juta per KK adalah untuk pengendalian inflasi? Menurut Puspa Negara, program pengendalian inflasi daerah sudah ada tiap tahun melalui TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah). Artinya, inflasi sudah diproyeksikan dengan cermat setiap tahun anggaran. Dalam rangka pengendalian inflasi agar tetap rendah dan stabil sehingga mendukung perkembangan perekonomian daerah dan mensejahterakan masyarakat, perlu dilakukan langkah strategis melalui wadah koordinasi antar lembaga. Pemerintah Kabupaten Badung melaksanakan pembentukan TPID Kabupaten Badung melalui SK Nomor 6446/01/HK/2017 tentang Pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kabupaten Badung yang diketuai oleh Bupati Badung, Wakil Ketua: Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Pelaksana Harian: Sekretaris Daerah Kabupaten Badung, Sekretaris: Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Badung.
Jadi TPID seharusnya sudah memiliki formula penanganan dan manajemen penanggulangan inflasi daerah yang firm dan tertata sistematis, bukannya dengan begitu mudah, terburu buru dan instan tanpa kajian dan hanya menerima janji Paslon yang terlihat manis tapi berpotensi memberi prank politis.
“Secara yuridis kami melihat angka belanja tidak terduga (BTT) pada APBD 2025 senilai 237 miliar yang melambung dan membengkak dari 72 miliar di tahun 2024, menunjukkan seolah-olah Badung akan mengalami bencana darurat di tahun 2025, padahal angka itu ditumpangi oleh program pemberian 2 juta per KK senilai 165 miliar,” jelas Puspa Negara.
Bahwa BTT (Belanja Tidak Terduga), yaitu pengeluaran anggaran yang digunakan oleh pemerintah daerah (Pemda) untuk keperluan mendesak dan keadaan darurat. BTT dapat digunakan untuk:
• Mengatasi bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial, dan kejadian luar biasa
• Mengatasi kebutuhan daerah dalam rangka pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia
• Mengendalikan inflasi
• Mengembalikan kelebihan pembayaran atas penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup
Meskipun Pemda dapat menggunakan anggaran BTT untuk mengendalikan inflasi karena BTT adalah pengeluaran anggaran yang bersifat fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi daerah untuk keperluan mendesak atau keadaan darurat. Tapi pertanyaannya, sudah daruratkah perekonomian rumah tangga masyarakat Badung saat hari raya sehingga harus diberikan bantuan Rp2 juta per KK? “Jika ya, maka buatlah formulanya dengan baik dan tidak melanggar aturan. Tapi jika tidak darurat inflasi maka bantuan itu sifatnya transaksional semata apalagi berkelanjutan, sehingga kurang tepat diambil dari anggaran BTT, meskipun kami pandang bantuan itu akan membuat masyarakat Badung happy tapi dengan catatan tidak menimbulkan prank, tidak melabrak landasan yuridis, filosofis, historis dan psikologis serta adil dan merata,” ucapnya.
Baginya, tiga syarat yang diformulasikan itu yakni:
1. Tidak untuk ASN/PNS
2. Untuk masyarakat berpenghasilan di bawah Rp5 juta
3. Ber-KTP Badung dan sudah berdomisili di Badung minimal 5 tahun, melalui Suket dari Kaling.
Adanya tiga syarat itu tentu membuat pupus harapan para ASN dan PPK yang berpenghasilan rendah. Demikian juga masyarakat yang pekerjaannya tidak menentu hingga yang bekerja di sektor nonformal karena fluktuasi pendapatan rumah tangga, sehingga akan ada kendala dan kecemburuan jika diberikan berdasarkan pendapatan masyarakat Badung yang kurang dari Rp5 juta sebulan. Karena data itu sepertinya belum hi-valid dan belum ada sensus khusus di Kabupaten Badung terkait warga yang berpendapatan kurang dari Rp5 juta. Artinya, data pendukung masih relatif lemah dan dinamis. “Data harus Valid terlebih dahulu, jika data tidak valid, maka kami proyeksi akan menimbulkan kegaduhan,” tegasnya.
Lanjut Puspa Negara, nomenklatur BTT harusnya digunakan secara bijak karena untuk pengendalian inflasi. Selain menggunakan dana BTT, ada beberapa upaya lain yang dapat dilakukan Pemda untuk mengendalikan inflasi, seperti operasi pasar murah, sidak ke pasar dan distributor, bekerja sama dengan daerah penghasil komoditi, hingga gerakan menanam. BTT layak digunakan sesuai Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sementara itu inflasi adalah hal yang biasa terjadi dan harusnya sudah bisa diantisipasi dengan baik.
“Jadi menurut hemat saya, program pemberian 2 juta per KK harus menunjukkan keberpihakan pada pemerataan dan keadilan serta menjadi program kegiatan inovasi di unit teknis atau SKPD/OPD,” sebut Puspa Negara.
Bahwa, janji kampanye Paslon Bupati dan Wakil Bupati Badung I Wayan Adi Arnawa – Bagus Alit Sucipta (Adi-Cipta), menurut sumber lain menyebutkan sudah dipastikan dialokasikan dalam APBD 2025. Padahal, nomenklatur APBD 2025 tidak eksplisit menyebutkan bantuan Rp2 juta per KK, melainkan hanya tercantum BTT yang konon anggaran BTT itu akan digunakan.
“Artinya, kami masih belum firm melihat dari segi aturan, dan perspektif lainnya seperti aspek sosio-kultural, historis, filosofis, dan psikologis, oleh karena itu kami meminta kajian hukum, kajian filosofis, kajian historis dan kajian psikologis sebelum hal itu dapat diterapkan,” katanya.
“Selanjutnya, sebelum mengeluarkan SK penerima bantuan hari raya keagamaan, harus melakukan kajian matang. Bila perlu meminta arahan dari aparat penegak hukum, seperti kejaksaan untuk mendapatkan legal opinion. Jangan sampai kebijakan yang sejatinya untuk membantu masyarakat justru menimbulkan masalah hukum di kemudian hari, terlebih membuat prank bagi masyarakat yang dapat menimbulkan mosi tidak percaya dan dapat meruntuhkan kewibawaan pemerintah Badung yang bersasanti Cura Dharma Rakcaka (kewajiban pemerintah untuk melindungi kebenaran dan rakyatnya),” tutup Puspa Negara.
(Ditulis oleh I Wayan Puspa Negara – Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung)