November 25, 2024
HUKUM & KRIMINAL

Cegah Peluang Pelanggaran Masalah Pribadi dan Hambat Upaya Penanggulangan HIV-AIDS, Komunitas Masyarakat Sipil Bali Usulkan Perubahan Dua Pasal pada RKUHP

LITERASIPOST.COM, DENPASAR | Komunitas Masyarakat Sipil Bali membuat Pernyataan Bersama dalam menyikapi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP). Hal tersebut terungkap dalam acara diskusi yang berlangsung di Gedung PKBI Bali, Denpasar, Selasa (22/11/2022).

“RKUHP ini akan segera dibahas di DPR setelah draftnya disiapkan oleh pemerintah, dan sempat tertunda karena perpanjangan sosialisasinya kepada masyarakat. Namun demikian, peluang untuk dilakukannya perubahan mestinya tetap dibuka sehingga masyarakat yang belum terakomodasi aspirasinya masih memiliki harapan pada RKUHP yang lebih baik,” ungkap I Ketut Sukanata, SH dari Forum Peduli AIDS (FPA) Bali.

BACA JUGA :  Pemerintah Atur Ulang Pengenaan Pajak Emas

Terkait hal tersebut, Komunitas Masyarakat Sipil di Bali yang terdiri dari kalangan pariwisata, pekerja sosial serta aktivis penanggulangan HIV-AIDS memberikan catatan dan penekanan, di antaranya: Pertama, RKUHP mestinya menekankan perhatian pada masalah-masalah publik dimana terdapat potensi tindak pidana yang merugikan kepentingan publik. RKUHP tak selayaknya mengatur hubungan-hubungan antar pribadi yang berpotensi menimbulkan kriminalisasi. Hal ini khususnya terkait pada pasal 413 tentang Perzinaan dan pasal 414 tentang Kohabitasi (Hidup Bersama). Meskipun kemudian dinyatakan bahwa penerapan pasal pidana hanya bila ada pengaduan, dikhawatirkan kemudian terjadi aturan-aturan turunan dengan alasan untuk pencegahan Perzinaan atau Kohabitasi.

“Dalam konteks pariwisata, pasal tersebut berpotensi merugikan dunia pariwisata karena mengesankan Indonesia pada umumnya dan khususnya Bali sebagai daerah yang terlalu banyak mencampuri urusan pribadi. Selain itu, terdapat pula potensi pelanggaran kode etik pariwisata yang menjadi standar pariwisata secara global. Karena itu, kami pada dasarnya menolak pasal tersebut,” ungkap I Komang Sutama SH, SE, MH selaku Divisi Legal PHRI Bali.

Suasana diskusi Komunitas Masyarakat Sipil Bali. (Foto: doc/Literasipost)

“Jika pun akan ditetapkan nanti, kami meminta penegasan, tidak boleh ada aturan turunan atau yang terkait/dikaitkan yang dibuat dengan alasan pencegahan perzinaan sehingga semakin memasuki wilayah pribadi, termasuk wilayah pribadi wisatawan. Misalnya, aturan bahwa orang menginap di satu hotel harus menunjukkan surat nikah,” tegasnya kembali.

Kedua, terkait dengan upaya penanggulangan HIV-AIDS, sampai saat ini penularan HIV-AIDS masih menjadi masalah bagi bangsa Indonesia dan menjadi program pemerintah mulai dari pencegahan hingga penghilangan stigma dan diskriminasi. Terkait hal itu Komunitas Masyarakat Sipil Bali menyampaikan catatan atas pasal 410 (sesuai update RKUHP terakhir per 9 November 2022) yang menyebut: “Setiap orang yang secara terang-terangan mempertunjukkan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan untuk dapat memperoleh alat pencegah kehamilan kepada anak, dipidana dengan pidana penjara paling banyak kategori I”. Pasal ini berpotensi menjadi alasan pencelaan (stigma) pada alat pencegah kehamilan khususnya kondom yang seolah-olah tak bisa ditunjukkan khususnya kepada anak-anak, bahkan untuk kepentingan edukasi dan ilmu pengetahuan. Di sisi lain, kondom pun merupakan alat untuk penanggulangan masalah kesehatan. Stigma pun dikhawatirkan kemudian tertuju para pegiat pencegahan HIV-AIDS khususnya kalangan pelajar dan anak muda melalui Kelompok Siswa Peduli AIDS Nasional (KSPAN).

BACA JUGA :  Oplos Gas Subsidi 3 Kg, Lelut Diamankan Ditreskrimsus Polda Bali

“Karena itu perlu ditegaskan dalam penjelasan bahwa untuk kepentingan edukasi dan ilmu pengetahuan diberikan kewenangan kepada mereka yang memiliki kompetensi untuk menjelaskan penggunaan kondom untuk kepentingan kesehatan, khususnya pencegahan HIV-AIDS,” ujar Ketut Sukanata.

Akademisi dan Kriminologi dari Universitas Udayana, Dr. Gde Made Swardhana, SH, MH memberikan pandangan, bahwa apa yang tertuang di pasal 410 tersebut sudah sangat jelas, termasuk pengecualian bila digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan edukasi atau ilmu pengetahuan.

“Jadi, untuk pasal ini saya rasa tidak perlu ada perdebatan atau usulan lagi, semua sudah lengkap tertuang di sana. Karena bahasa hukum dan persepsi orang itu memang bisa saja berbeda,” sebutnya.

BACA JUGA :  Peroleh Asimilasi, Mantan Wagub Bali Sudikerta Nikmati Udara Bebas

Pernyataan Bersama ini selanjutnya akan diserahkan kepada ICJR (Institute for Criminal Justice Reform) dan kemudian diteruskan ke Kementerian Hukum dan HAM RI.

Komunitas Masyarakat Sipil Bali ini terdiri dari Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali, Forum Peduli AIDS (FPA) Bali, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, PHRI Badung, Yayasan Kesehatan Bali (Yakeba), Komunitas Jurnalis Peduli AIDS (KJPA), Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali, Yayasan Spirit Paramacita (YSP), Yayasan Kerti Praja (YKP), Ikatan Korban Napza (IKON) Bali, Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Bali, Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) Bali, Yayasan Kasih Pelangi Dewata (Kapelata), Jaringan Indonesia Positif (JIP) Bali, Yayasan Gaya Dewata (YGD), Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), dan Pertiwi Bali. (igp)

Related Posts