November 25, 2024
PENDIDIKAN

Peran Generasi Z untuk Mempertahankan Pertanian dan Ketahanan Pangan di Masa Depan dengan Tetap Melestarikan Budaya

LITERASIPOST.COM – Denpasar | Pertanian dan ketahanan pangan merupakan aspek yang penting dalam kehidupan manusia kedepannya. Pertanian sebagai sektor ekonomi yang berhubungan dengan produksi pangan, dan ketahanan pangan sebagai kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 ini merupakan kunci penting untuk memastikan ketahanan pangan di masa depan. Namun, seiring berjalannya waktu semakin banyak pemuda beralih dari pertanian ke profesi-profesi lain. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi peran vital Generasi Z dalam mempertahankan pertanian dan ketahanan pangan di masa depan.

Pada tanggal 6 April 2024 bertempat di Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa diadakan Seminar Nasional yang membahas tentang Peran Pertanian. Pada kesempatan ini Dekan Fakultas Pertanian menyampaikan bahwa peran penting isu pertanian dalam menangani tantangan perubahan iklim serta kebutuhan global, yang tak terkecuali tantangan yang tengah dihadapi Indonesia pada masa kini. Di samping itu, kita tak dapat menutup mata terhadap proyeksi meningkatnya kebutuhan pangan hingga mencapai 60%. Bersama-sama, kita berusaha merumuskan cara mewujudkan visi sektor pertanian yang inklusif, termasuk di dalamnya penerapan penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan. Kerjasama lintas sektor menjadi kunci utama dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan, yang pada gilirannya akan memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan bersama.

BACA JUGA :  Cegah Korupsi, KPK Apresiasi Penyelamatan Aset PLN

Ketahanan pangan dalam filsafat ilmu dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya secara berkelanjutan. Hal ini melibatkan aspek-aspek seperti produksi pangan, distribusi, akses, dan keamanan pangan. Metodologi Dalam Ketahanan Pangan, ditinjau melalui pendekatan multi disiplin. Pendekatan ini melibatkan ilmu pertanian, ekonomi, sosial, dan lingkungan untuk memahami dan mengatasi tantangan dalam mencapai ketahanan pangan. Metode yang digunakan meliputi pemantauan produksi pangan, analisis kebijakan, dan pemetaan kerentanan pangan.

Istilah ketahanan pangan pertama kali muncul pada tahun 1971 yang digunakan oleh PBB guna membebaskan dunia dari belenggu krisis produksi dan supply makanan. Fokus ketahanan pangan pada masa itu menitik beratkan pemenuhan kebutuhan pokok dan membebaskan daerah-daerah dari krisis pangan. Dalam undang-undang No: 7 tahun 1996 tentang pangan, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau (Tri- yono, 2013) memiliki peran yang sangat penting untuk dimanfaatkan. Tetapi, untuk mereka dapat melangkah sebagai agen perubahan diperlukannya pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya pertanian dan ketahanan pangan perlu menjadi fokus utama. Pendidikan merupakan kunci untuk membuka pintu pengetahuan tentang pertanian yang luas dan pentingnya ketahanan pangan bagi keberlangsungan hidup kita. Peran untuk Generasi perlu diperkenalkan dengan pemahaman mendalam tentang sistem pertanian, tantangan yang dihadapi oleh petani, serta dampak lingkungan dan sosial dari keputusan-keputusan yang nantinya akan ambil dalam konsumsi pangan mereka.

Selain itu, kesadaran akan pentingnya pertanian dan ketahanan pangan perlu ditanamkan sejak dini. Melalui program-program pendidikan yang menyajikan informasi yang jelas dan menarik tentang pertanian, Generasi Z dapat mengembangkan rasa kepedulian dan tanggung jawab terhadap sistem pertanian dan pasokan pangan yang berkelanjutan dengan cara mendukung program-program pendidikan yang mempromosikan kesadaran tentang pertanian dan menanamkan keterampilan pertanian pada generasi muda adalah langkah yang sangat penting. Melalui program ini, Generasi Z dapat belajar tidak hanya tentang teknik pertanian modern, tetapi juga tentang pentingnya memelihara lingkungan, memperjuangkan keadilan sosial, dan membangun kemandirian pangan. Dengan memahami betapa pentingnya pendidikan dan kesadaran tentang pertanian dan ketahanan pangan, Generasi Z akan menjadi lebih berdaya dalam menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Dengan pengetahuan dan kesadaran yang mereka miliki, mereka dapat membantu membentuk kebijakan publik, mendorong inovasi dalam sektor pertanian, dan memperjuangkan akses pangan yang adil dan berkelanjutan bagi semua orang.

Generasi Z adalah generasi yang tumbuh dalam era teknologi digital yang berkembang sangat pesat. Mereka memiliki akses luas ke teknologi dan memiliki keterampilan dalam mengadopsi inovasi baru. Inilah mengapa mereka dapat menjadi pendorong utama dalam transformasi pertanian melalui pemanfaatan teknologi dan inovasi. Peran teknologi dan Informasi dalam transformasi pertanian tidak dapat diabaikan, penggunaan sensor, Internet of Things (IoT), dan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) telah membuka peluang baru dalam meningkatkan efisiensi dan produktivitas pertanian. Sensor yang terhubung secara internet dapat memberikan data real-time tentang kondisi tanah, tanaman, dan hewan ternak, sehingga memungkinkan petani untuk mengambil keputusan yang lebih tepat waktu dan akurat. Dengan pemahaman mereka tentang teknologi dan ketertarikan mereka pada inovasi, dapat menjadi katalisator yang kuat untuk adopsi teknologi baru dalam pertanian. Mereka memiliki kemampuan untuk mengintegrasikan teknologi ke dalam proses pertanian dan mengembangkan solusi inovatif untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh petani. Dengan pemahaman mendalam tentang kebutuhan pertanian dan kemampuan dalam teknologi, Generasi Z dapat menjadi penghubung antara dunia pertanian tradisional dan dunia teknologi modern.

BACA JUGA :  Kenalkan Promo Tambah Daya, Program Terangi Ramadhan PLN Diminati Ribuan Pelanggan di Bali

Pertanian tradisional bukan hanya sekadar praktik ekonomi, tetapi juga merupakan bagian integral dari warisan budaya yang kaya dan berharga. Sementara ketahanan pangan menjadi semakin penting di era modern ini, generasi Z memiliki peran yang krusial dalam melestarikan praktik pertanian tradisional sebagai bagian dari identitas dan keberlanjutan budaya. Pertanian tradisional di Bali mencerminkan filosofi kehidupan yang harmonis antara manusia dan alam. Metode-metode pertanian seperti Subak, yang telah ada sejak berabad-abad yang lalu, tidak hanya menghasilkan pangan yang berkualitas tinggi, tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan sistem irigasi yang berkelanjutan dan menghormati siklus alam.

Dalam konteks ketahanan pangan, pertanian tradisional memiliki keunggulan tersendiri. Tanaman padi, sayuran, dan buah-buahan yang ditanam secara tradisional di Bali memberikan keanekaragaman pangan yang berlimpah dan bergizi. Keberagaman ini merupakan aset berharga dalam menghadapi perubahan iklim dan ketidakpastian ekonomi global. Generasi sekarang diharapkan sebagai penerus bagian dari masyarakat bali yang memiliki tanggung jawab untuk dengan tetap melestarikan praktik pertanian tradisional. Meskipun terpapar dengan teknologi modern dan gaya hidup yang berubah, generasi Z perlu menghargai dan memahami pentingnya praktik pertanian tradisional sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Bali.

Melalui pendidikan, kampanye sosial, dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pertanian tradisional, dapat memainkan peran penting dalam menjaga keberlanjutan budaya Bali. Dengan memelihara Subak, mengembangkan kebun-kebun organik, dan mempraktikkan pola makan lokal, generasi Z dapat menjadi pelindung warisan budaya Bali yang berharga. Lebih dari sekadar praktik pertanian, pertanian tradisional di Bali mewakili hubungan yang dalam antara manusia, alam, dan keberlanjutan budaya. Dengan kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan dan kelestarian budaya, generasi Z dapat menjadi agen perubahan yang membawa Bali menuju masa depan yang berkelanjutan dan berbudaya.

Petani di Bali melaksanakan upacara Biyukukung yang bermakna sebagai ungkapan rasa syukur. (Foto: ist/Literasipost)

Masyarakat Bali adalah suatu kelompok yang unik di Indonesia, yang memiliki struktur sosial dan budaya yang menarik untuk diselidiki. Keunikan tidak hanya terletak pada keseragaman karakter mereka, tetapi juga dalam manifestasi budaya yang meresap ke dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Ritual budaya dan keagamaan menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Bali, dan menariknya, seringkali tidak ada perbedaan yang jelas antara keduanya. Mereka tampaknya saling melengkapi, menciptakan sebuah kesatuan “ritualitas” yang mewakili penghayatan terhadap ajaran keagamaan Hindu yang telah terakar dalam budaya mereka. Salah satu Upacara yang ada di Bali dan masih dilaksanakan dan tetap dipertahankan dari generasi ke generasi yaitu Upacara Mebiukukung.

Upacara Biyukukung merupakan bagian dari serangkaian upacara Dewa Yajna yang berfokus pada pertumbuhan tanaman padi dan panen yang melimpah. Sesuai dengan ajaran Agama Hindu dan kepercayaan masyarakat, upacara ini dilaksanakan untuk memastikan kesuburan tanaman padi dan kelimpahan hasil panen. Ritual Biyukukung ini dilakukan ketika tanaman padi sedang dalam fase pembuahan atau hamil, sebagai langkah untuk mengamankan tanaman dari berbagai bahaya. Dikenal juga dengan sebutan Ngiseh, tujuan umum dari upacara ini adalah agar tanaman padi dapat berbuah dengan lebat dan terhindar dari gangguan serta bahaya.

Pertanian dan ketahanan pangan memiliki hubungan erat dengan upacara Bali Mebiukukung. Upacara ini tidak hanya sekadar ritual keagamaan, tetapi juga memiliki makna yang mendalam dalam konteks pertanian dan ketahanan pangan masyarakat Bali. Pertanian merupakan tulang punggung ekonomi dan kehidupan masyarakat Bali. Tanaman padi, sebagai salah satu sumber makanan utama, menjadi fokus utama dalam praktik pertanian mereka. Namun, pertanian tidak hanya bergantung pada faktor-faktor fisik seperti cuaca dan tanah yang subur, tetapi juga memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan. Upacara Mebiukukung adalah salah satu bentuk manifestasi dari kesadaran spiritual masyarakat Bali terhadap pentingnya hubungan antara manusia dan alam, khususnya dalam konteks pertanian. Upacara ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Yajna, yang diyakini sebagai penjaga tanaman padi dan penyedia kelimpahan hasil pertanian. Melalui Mebiukukung, masyarakat Bali menyampaikan rasa syukur atas hasil panen yang diperoleh dan memohon kepada Dewa Yajna agar memberkati tanaman padi dan menjaga kesuburannya. Selain itu, upacara ini juga menjadi momen refleksi bagi petani untuk memperkuat solidaritas dan kebersamaan dalam menghadapi tantangan dalam pertanian.

Dalam konteks ketahanan pangan, Mebiukukung memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan pangan bagi masyarakat Bali. Dengan memastikan kesuburan tanaman padi dan kelimpahan hasil panen melalui upacara ini, masyarakat Bali dapat memperoleh pasokan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Selain itu, Mebiukukung juga mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Dengan menjaga keseimbangan antara kegiatan pertanian dan kegiatan spiritual, masyarakat Bali mempertahankan tradisi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi, sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan hidup.Dengan demikian, Mebiukukung tidak hanya menjadi ritual keagamaan semata, tetapi juga memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga hubungan harmonis antara manusia, alam, dan ketahanan pangan masyarakat Bali.

BACA JUGA :  Kembangkan Metode Regenerasi Tulang Kraniofasial, Hendra Sanjaya Raih Gelar Doktor Ilmu Kedokteran FK UNUD

Dalam kepercayaan umat Hindu Bali, upacara Biyukukung memiliki makna yang mendalam sebagai ungkapan rasa syukur dan penghormatan petani Subak kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk Dewi Sri dan Dewa Wisnu. Mereka mengakui bahwa Tuhan telah memberikan keselamatan dan pertumbuhan yang subur pada tanaman padi, menjauhkannya dari berbagai hama, penyakit, dan bahaya lainnya. Upacara Biyukukung juga merupakan wujud persembahan dan bhakti kepada Tuhan atas kesuburan yang dianugerahkan pada tanaman padi. Dalam kerangka kehidupan yang religius, upacara ini menjadi manifestasi dari keyakinan dan kepercayaan masyarakat petani akan kebesaran Tuhan dan kemampuannya yang telah melindungi padi dari segala ancaman, sehingga menjaga keseimbangan, harmoni, dan kelangsungan hidup. Tradisi upacara Biyukukung diwarisi secara turun-temurun dari nenek moyang masyarakat Bali sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan budaya dan spiritual yang mereka terima.

Dalam konteks Teo-Agrikultur, upacara Biyukukung secara tidak langsung mendorong manusia untuk bertani secara ramah lingkungan, menjaga kelestarian alam, serta bersyukur atas hasil yang diberikan oleh alam. Teo-Agrikultur mendorong manusia untuk mempertimbangkan keuntungan dan kesejahteraan alam, bukan hanya keuntungan pribadi. Dalam teologi ini, manusia menyadari ketergantungan mereka pada alam, sementara alam juga bergantung pada manusia. Keduanya saling mengisi dan membentuk sebuah rantai kehidupan yang harmonis dan berkelanjutan. Dengan demikian, upacara Biyukukung tidak hanya merupakan praktik keagamaan, tetapi juga sebuah upaya untuk menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan keberlanjutan budaya Bali. Melalui penghormatan, syukur, dan persembahan, masyarakat Bali memperkuat hubungan spiritual mereka dengan alam serta mengambil tanggung jawab untuk melestarikan warisan budaya dan lingkungan hidup untuk generasi mendatang. (Siska/r)

Related Posts