PMK Menyebar, Fapet UNUD Ambil Tindakan Pencegahan dan Pengendalian
LITERASIPOST.COM, JIMBARAN | Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau yang dikenal sebagai Foot and Mouth Disease (FMD) menjadi polemik di dunia peternakan yang sangat peka terhadap hewan lainnya seperti sapi, kerbau, kambing, domba, rusa, babi, dan ternak lainnya. Penyakit ini umumnya disebabkan virus tipe A dari keluarga Picornaviridae, genus Apthovirus yaitu Apthaee epizootecea. Wabah dari penyakit ini sebelumnya pernah merebak di Indonesia tahun 1887 yaitu di daerah Malang, Jawa Timur dan menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
PMK merupakan salah satu penyakit yang tidak bersifat zoonosis tetapi dinilai sebagai penyakit hewan menular yang paling ditakuti oleh semua negara di dunia karena dapat menyebar dengan cepat hingga ke berbagai negara dan menyebabkan kerugian ekonomi cukup besar karena kematian ternak yang tinggi, ternak yang sakit, hambatan perdagangan, dan gangguan baik dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Kasus PMK ini kembali muncul di Indonesia tanggal 28 April 2022 setelah dinyatakan bebas lebih dari tiga dekade. Besarnya dampak yang ditimbulkan, menyebabkan pemerintah Indonesia segera mengambil tindakan untuk mengendalikan dan mengatasi penyebaran PMK, mulai dari pelaksanaan karantina wilayah, pengadaan vaksinasi, dan meningkatkan kewaspadaan dengan memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana sebagai salah satu institusi yang menghasilkan lulusan sarjana peternakan turut andil dalam menyikapi permasalahan wabah PMK. Melalui kerja sama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali, Fakultas Peternakan Universitas Udayana melaksanakan sosialisasi dalam bentuk Seminar Bulanan dengan tema kegiatan “Tantangan dan Permasalahan Penyebaran Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Provinsi Bali” bersama dengan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Kegiatan ini dilaksanakan pada Selasa, 31 Mei 2022 bertempat di Gedung AA. Lantai 3 Fakultas Peternakan Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S., IPU., dan dihadiri oleh para Wakil Dekan, Koordinator Unit, Koordinator Program Studi, dan seluruh dosen di lingkungan Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
“Seminar Bulanan ini merupakan salah satu program rutin yang dilaksanakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana sebagai wujud nyata fakultas dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada di sektor peternakan. Tema yang diangkat setiap bulannya bervariasi, menyesuaikan dengan isu-isu peternakan yang ada saat ini,” ujar Ketua Panitia Kegiatan, Dr. Ir. A. A. A. Sri Trisnadewi, MP.
Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana menambahkan “Permasalahan PMK ini cukup berdampak serius, tidak hanya kepada ternak, tetapi juga institusi. Mahasiswa yang sedang melaksanakan magang industri di beberapa instansi budidaya ternak ruminansia di Jawa Timur ditarik dari tempat magang untuk menghindari meningkatnya penyebaran PMK ini”.
Pelaksanaan seminar bulanan ini menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dr. drh. I Ketut Nata Kesuma, MMA., narasumber dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali yang menyampaikan terkait dengan “Kebijakan Pencegahan Penyebaran dan Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Provinsi Bali”; drh. Tri Komala Sari, M.S., Ph.D., narasumber dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang menjelaskan tentang “Pola Karakteristik Penyebaran dan Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)”; dan Dr. drh. I Gusti Agung Arta Putra, M.Si., selaku dosen Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang menjelaskan tentang “Penguatan Manajemen Pemeliharaan Ternak sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)”.
Narasumber dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali menyatakan bahwa upaya pengendalian PMK ini perlu segera ditindaklanjuti untuk mengendalikan penyebaran PMK. “Total populasi sapi bali di Provinsi Bali berkisar 580 ribu dan jika diasumsikan satu ekor adalah 10 juta, maka ada kemungkinan daerah ini akan mengalami kerugian sebesar 5 triliun jika penyakit ini sampai menyebar tidak terkendali. Perhitungan ini hanya berdasarkan dari ternak sapi, belum lagi dengan ternak lain yang ada di Bali seperti babi dan kambing,” katanya.
Besarnya dampak yang ditimbulkan PMK menunjukkan bahwa pengendalian dan pencegahan penyebaran penyakit ini perlu segera untuk ditindaklanjuti untuk memastikan seluruh populasi ternak yang ada di Provinsi Bali berada pada kondisi yang aman untuk dikonsumsi dan tidak menimbulkan permasalahan dan kerugian baik dari sisi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Setelah sesi pemaparan dilanjutkan dengan sesi diskusi dan diakhiri dengan pemberian sertifikat kepada para narasumber. (igp/r)