October 25, 2024
PENDIDIKAN

Prof. Bakta Terseret Kasus Hukum, Begini Penjelasan dan Langkah UNUD

LITERASIPOST.COM, JIMBARAN | Berawal dari pemberian kuasa oleh Prof. I Made Bakta sebagai Rektor, kepada Tim Hukum untuk penanganan perkara perdata sebagai tergugat pada tahun 2011, berujung ditetapkannya sebagai tersangka tahun 2022 atas sangkaan mempergunakan surat palsu oleh penyidik Bareskrim Polri

Kronologis kasus hukum terkait sengketa aset milik Universitas Udayana:

A. Sekitar tahun 2011, tepatnya ketika Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD berkedudukan sebagai Rektor Universitas Udayana, ada surat pemberitahuan dari Pengadilan Negeri Denpasar, yang menerangkan bahwa NI KEPREG (Istri almarhum I PULIR) dan NYOMAN SUASTIKA (putra dari NI KEPREG dan Almarhum I PULIR) – Keduanya disebut Penggugat mengajukan surat gugatan kepada Universitas Udayana (Tergugat) dengan obyek sengketa berupa satu bidang Tanah seluas 2,7 Ha yang diklaim sebaga harta warisan dari milik Penggugat yang berasal dari Kakeknya atas nama I RIMPUH (ayah kandung dari I PULIR)

Bahwa obyek sengketa berupa tanah dengan luas 2,7 Ha sejatinva merupakan aset yang dikuasi oleh negara (dalam hal ini Kementerian Keuangan Republik Indonesia) karena biaya pembebasannya dilakukan dengan anggaran yang dikeluarkan oleh negara melalui APBN. Berdasarkan hal tersebut, ada konsekuensi bagi Universitas Udayana untuk menjaga aset dari gangguan-gangguan pihak lain. Guna menghindari adanya kerugian bagi negara akibat gugatan yang diajukan oleh pihak Penggugat, maka Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD sebagai Rektor Universitas Udayana kala itu telah memberikan surat kuasa kepada Tim Hukum Universitas Udayana (Ida Bagus Rai Djaya S.H., MH sebagai ketua tim) untuk menghadapi gugatan sebagaimana dimaksud.

B. Setelah proses persidangan berjalan pada Pengadilan Negeri Denpasar, maka sengketa antara NI KEPREG dan NYOMAN SUASTIKA sebaga Penggugat dengan Universitas Udayana sebagai Tergugat telah diputus pada tanggal 18 Juni 2012 dengan isi putusan yang menyatakan bahwa “Gugatan Penggugat Ditolak”. Kemudian, pada tanggal 12 Desember 2012, oleh Pengadilan Tinggi Denpasar dengan putusannya kembali menguatkan putusan Pengadilan Negeri Denpasar, dengan penggalan uraian sebagai berikut.

BACA JUGA :  BBTF 2022 Dibuka, ITDC Tawarkan Produk MGPA dan Xplorin

Dasar pertimbangan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri adalah mendasarkan pada pertimbangan bahwa I PULIR selaku ahli waris dari I REMPUH, telah menerima ganti kerugian dengan baik — dihadapan panitia pembebasan tanah untuk kepentingan Peningkatan pengembangan Perguruan Tinggi Universitas Udayana, yang diselenggarakan pada tahun 1982-1983 dan telah dibentuk Tim Khusus oleh Pemerntah Provinsi Bali, secara kolektif dan kolegial, serta pemberian ganti kerugian dilakukan secara bersama sama terhadap semua petani dan diselenggarakan di Kantor Kelurahan Jimbaran Kecamatan Kuta, dan salah satunya dari puluhan petani yang mendapatkan ganti kerugian pada waktu itu yakni di tahun 1982-1983 tercatat atas nama I PULIR (ayah Penggugat Nioman Suastika, Suami Penggugat Ni Kepreg) dan belakangan diketahui bahwa di tahun 2002 I PULIR tersebut telah meninggal dunia.

Jadi dalam rentang waktu 1982-1983 hingga sampai tahun 2002 pasca menerima ganti kerugian almarhum bahwa almarhum I PULIR tidak pernah menyampaikan keberatan apapun dan kepada siapapun atau dengan kata lain, perihal pemberian ganti kerugian tersebut sama sekali tidak ada masalah

Akan tetapi justru setelah I PULIR meninggal dunia baru ada persoalan muncul dan dipersoalkan oleh anaknya (Nyoman Suastika) dengan alasan bahwa yang bersangkutan tidak pernah membebaskan tanah yang kini dikuasai oleh Universitas Udayana tersebut, dan perlu juga disampaikan bahwa pada saat pembebasan dan pemberian ganti kerugian dijalankan yakni di tahun 1982-1983 tersebut, dirinya masih kanak kanak dan baru berumur sekitar 5 tahun.

C. Pasca Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar tertanggal 12 Desember 2012 yang menguatkan posisi negara (Universitas Udayana) sebagai pemegang kuasa atas asset seluas 2,7 Ha, oleh Nyoman Suastika (Putra dari NI KEPREG dan Almarhum I PULIR) -Penggugat -melalui kuasa hukumnya mengajukan upaya hukum kasasi pada tanggal 28 Januari 2013.

BACA JUGA :  Pemerintah Jepang Tawarkan Beasiswa Monbukagakusho/MEXT bagi Lulusan SMA/SMK/Sederajat

Adapun dalam periode tanggal tersebut juga merupakan masa menjelang akhir masa jabatan Rektor Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD. Selanjutnya, Rektor Prof. Dr. dr I Made Bakta, SpPD menyerahkan kuasa tertanggal 28 Februari 2013 kepada Tim Hukum Universitas Udayana (Ida Bagus Rai Djaya SH, MH sebagai ketua tim untuk menghadapi upaya hukum kasasi yang diajukan oleh Penggugat).

Namun pihak Mahkamah Agung justru membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Denpasar dan Pengadilan Tinggi Denpasar yang menguatkan posisi negara (Universitas Udayana) sebagai pemegang kuasa atas aset seluas 2,7 Ha.

Mengingat sekitar bulan Juni tahun 2013 jabatan Prof Dr. dr. I Made Bakta, SpPD sebaga Rektor telah berakhir, maka segala urusan yang menyangkut memperjuangkan aset tersebut di jalur hukum selanjutnya sudah tentu akan dilanjutkan oleh pejabat Rektor yang baru.

D. Pejabat Rektor selanjutnya adalah Prof Dr dr KETUT SUASTIKA, SP PDKEMD yang mulai bertugas sejak bulan Juni 2013-2017. Oleh Rektor Prof Dr dr. KETUT SUASTIKA, SP PD-KEMD, Universitas Udayana mengajukan perlawanan atas Putusan Mahkamah Agung melalu upaya hukum Peninjauan Kembali (PK) pada Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Upaya hukum Peninjauan Kembali akhirnya membuahkan hasil positif bagi Universitas Udayana, dimana pada tanggal 24 Februari 2016 Mahkamah Agung secara tegas telah memutus perkara Peninjauan Kembali dan mengabulkan permohonan PK Universitas Udayana atau dengan kata lain kembali Universitas Udayana dimenangkan.

Berdasarkan Putusan PK sebagaimana dimaksud, Universitas Udayana kemudian memberikan laporan rutin kepada Kementerian RistekDikti dan Kementerian Keuangan, serta meminta petunjuk, terkait upaya restitusi kembali (eksekusi pemulihan) terhadap aset seluas 2,7 Ha tersebut. Upaya restitusi ini dilaksanakan akibat selama proses pemeriksaan di tingkat PK berjalan, ternyata pihak Penggugat pernah melakukan permohonan eksekusi atas aset seluas 2,7 Ha berdasarkan Putusan Kasasi dan faktanya sudah pernah dilaksanakan eksekusi oleh Pengadilan Negeri Denpasar.

BACA JUGA :  Menteri BUMN Angkat Ridwan Arbian Syah Jadi Direktur SDM Pegadaian

Pada akhirnya, upaya restitusi (pemulihan hak) atau dikembalikannya aset seluas 2,7 Ha tersebut kepada Universitas Udayana sudah dijalankan pada tanggal 3 Januari 2021 Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Denpasar No. 463/PDT.G/PN.Dps dan saat itu Jabatan Rektor dijabat oleh Prof Dr dr. AA RAKA SUDEWI, Sp S

E. Dalam perkembangannya, pasca Universitas Udayana dimenangkan atas penguasaan aset seluas 2,7 Ha, justru timbul permasalahan hukum baru, yakni Penyidik Bareskrim POLRI menetapkan Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD selaku mantan Rektor Universitas Udayana sebagai tersangka dengan sangkaan MEMPERGUNAKAN SURAT PALSU yang diawali dengan kronologi pemeriksaan sebagai berikut,

I. Pada tanggal 23 Desember 2021 beliau dipanggil ke Bareskrim dan diperiksa Sebagai saksi atas peristiwa pembebasan tanah tersebut di tahun 1982-1983, tentu saya tidak tahu, karena tidak ikut panitia, dan baru menjabat Rektor tahun 2005

2. Para anggota Panitia pembebasan lahan yang dibentuk pemerintah Propinsi di Tahun 1982 1983 yakni baik dari Gubernur, Bupati, Rektor, Camat, Lurah, Kanwil Kantor BPN, hingga ketingkat paling bawah yakni Kadus tersebut juga semua sudah almarhum.

3. Mengenai data pembebasan tersebut, yakni berita acara pembebasan lahan dan pemberian ganti kerugian yang diselenggarakan pada waktu itu adalah dokumen yang menjadi pegangan Universitas Udayana, Kementerian Keuangan, Kementrian DIKBUD Ristek Dikti, DJKN, Kantor Gubernur, Kantor Bupati dan lain lain Instansi, dan termasuk BPK juga mengetahui dokumen Negara tersebut sebagai Sumber hukum data kepemilikan vang sah dari Negara (Kementerian Keuangan).

4 Semua fasilitas kantor, gedung gedung semua fakultas dan gedung rektorat, semua berdiri di atas tanah vang sudah bersertifikat sebagai bukti kepemilikan yang semua bersumber dari satu satunya data valid tersebut.

Cuplikan penjelasan UNUD

Sumber: http://www.unud.ac.id

Related Posts