Ekonomi Berkelanjutan dan Inklusif, BI Dorong Pemulihan Sektor Padat Karya di Bali-Nusra
LITERASIPOST.COM – DENPASAR | Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Bali menggelar acara Diseminasi dan Focus Group Discussion (FGD) bertema ”Mendorong Pemulihan Sektor Padat Karya untuk Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan dan Inklusif di Wilayah Bali-Nusra.” Kegiatan ini bertujuan memperkuat sinergi lintas sektor dalam upaya memperkuat pemulihan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di Bali-Nusra, terutama di sektor padat karya seperti pariwisata, pertanian, dan pengolahan.
Diskusi yang diselenggarakan secara hybrid ini dihadiri oleh Deputi Gubernur Senior BI, Ibu Destry Damayanti, serta narasumber dan pejabat pemerintah provinsi Bali-Nusra, akademisi, seluruh BPD Bali-Nusra, perbankan Bali-Nusra, dan asosiasi serta pelaku usaha.
Destry Damayanti, dalam arahannya menegaskan urgensi untuk mendorong pemulihan sektor padat karya di Balinusra sebagai upaya strategis untuk menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat menengah ke bawah. Pihaknya menggarisbawahi bahwa sektor padat karya, yang menyerap 68,4% tenaga kerja nasional dan menyumbang 62% terhadap PDB pada 2023, memiliki peran krusial dalam mendorong ekonomi berkelanjutan. Menurutnya, sektor ini menghadapi tantangan besar dalam pemulihan pasca-pandemi.
“Kondisi ini sangat penting untuk diatasi agar sektor padat karya dapat kembali menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah,” tegasnya.
Melalui bauran kebijakan, Bank Indonesia mendukung pertumbuhan sektor padat karya, terutama dalam menghadapi tantangan pasca-pandemi. Untuk mendorong sektor padat karya, Bank Indonesia mengeluarkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial yakni pengurangan kewajiban pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) di Bank Indonesia bagi perbankan yang memenuhi penyaluran kredit dengan kriteria tertentu. Dengan pengurangan GWM, perbankan akan memiliki likuiditas yang lebih longgar sehingga diharapkan perbankan semakin proaktif dalam menyalurkan kredit bagi sektor-sektor prioritas ini.
Dalam sesi FGD, BI Bali menyampaikan bahwa pada triwulan II 2024, ekonomi Balinusra tumbuh sebesar 6,84%, lebih tinggi dari rata-rata nasional yang sebesar 5,05%. Namun, pemulihan ekonomi ini diiringi dengan tantangan cukup besar, yakni menurunnya serapan tenaga kerja di sektor-sektor padat karya. Sektor yang menampung banyak tenaga kerja dan memiliki kontribusi besar terhadap PDRB seperti pertanian beserta sub sektornya yakni perikanan dan peternakan, memiliki akses yang terbatas terhadap pembiayaan perbankan. Di sisi lain peningkatan kesejahteraan tenaga kerja di sektor ini juga tidak mengalami perbaikan.
Deputi Kepala Perwakilan BI Bali, G. A. Diah Utari, menyampaikan bahwa perlu strategi yang berfokus pada peningkatan kualitas dan nilai tambah komoditas unggulan daerah untuk mendorong sektor padat karya. BI mencatat bahwa komoditas unggulan daerah Balinusra diantaranya adalah garam, rumput laut, dan produk perikanan baik tangkap, budidaya maupun olahan. Bali dapat berperan sebagai sentra produksi garam berkualitas ekspor dan NTB serta NTT sebagai sentra garam untuk memenuhi kebutuhan KTI (Kawasan Timur Indonesia). NTB dan NTT dapat berperan sebagai quality producer rumput laut untuk mensupply industri turunan rumput laut yang saat ini terdapat di Jawa dan Makassar. Sementara itu untuk perikanan, Balinusra memiliki keunggulan produk yang bisa diekspor maupun dikembangkan hilirisasinya baik di skala industri menengah besar maupun UMKM.
Prof. Dr. I Made Suyana Utama, dari ISEI Denpasar, menyoroti pentingnya model kolaborasi ”Pentahelix” yang melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media. Kolaborasi ini krusial untuk membangun ekosistem yang mendukung sektor unggulan Balinusra. Dalam konsep Pentahelix, pemerintah berperan dalam kebijakan dan infrastruktur, akademisi dalam pengembangan SDM, dunia usaha sebagai pencipta lapangan kerja, masyarakat sebagai pengguna dan distributor, serta media massa sebagai kanal informasi. Sinergi ini diharapkan mendorong pemulihan berkelanjutan dan menciptakan daya saing bagi produk-produk lokal.
Bambang Arianto, Ekonom Ahli Senior BI, menyampaikan bahwa hingga September 2024, Bank Indonesia telah menyalurkan insentif makroprudensial senilai Rp256,06 triliun, atau sekitar 3,44% dari total kredit yang disalurkan untuk mendukung pertumbuhan kredit di sektor-sektor padat karya. Kebijakan insentif ini bertujuan mendorong perbankan agar lebih berani menyalurkan kredit, terutama untuk usaha kecil menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung ekonomi Balinusra.
“Bank Indonesia terus menjaga ketahanan sistem keuangan dan stabilitas kredit, namun tetap memberi kelonggaran agar perbankan mampu mendukung sektor-sektor yang berdampak langsung pada lapangan kerja,” ungkapnya.
Direktur Pengawas OJK Bali, Ananda R. Mooy, menekankan pentingnya kerja sama daerah dengan platform financial technology (fintech) dan lembaga pembiayaan lainnya, khususnya dalam mendukung sektor pertanian yang menyerap tenaga kerja besar namun memiliki akses kredit yang masih terbatas.
“Kemitraan dengan fintech dapat membuka jalan bagi petani dan nelayan dalam memperoleh akses permodalan yang fleksibel dan efisien. Selain itu, peran lembaga penjamin seperti Jamkrida diharapkan dapat memberikan jaminan pembiayaan bagi petani, sehingga sektor pertanian Balinusra dapat tumbuh lebih inklusif,” jelasnya.
Sebagai penutup, seluruh peserta diskusi menyepakati bahwa pemulihan sektor padat karya Balinusra membutuhkan dukungan dan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan. Dengan dukungan bauran kebijakan BI, kebijakan pemerintah daerah dalam memperkuat kelembagaan dan akses pasar bagi kelompok tani, nelayan dan UMKM , serta kolaborasi sektor swasta dan lembaga keuangan, diharapkan sektor-sektor unggulan Balinusra, seperti pariwisata, pertanian, dan pengolahan, dapat terus tumbuh secara berkelanjutan dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. (IGP/r)