Dinilai Out of Law, PHDI Pusat 2021-2026 Gugat “PHDI Tandingan”
LITERASIPOST.COM, DENPASAR | PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 terus berupaya untuk memurnikan PHDI dari Sampradaya Transnasional, Hare Krishna dan Sai Baba serta menjaga konsistensi ajaran Agama Hindu yang berdasarkan Panca Sraddha dan Tri Kerangka Dasar. Untuk itu Pengurus PHDI Pusat hasil Mahasabha Luar Biasa (MLB) ini pun menyampaikan pernyataan hukum bertempat di Gria Angkasa, Jln. Sekar Tunjung, Denpasar, Kamis (25/11/2021).
Ketua Pengurus Harian PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026, Marsekal TNI (Purn) Ida Bagus Putu Dunia menyampaikan bahwa pernyataan hukum ini merupakan refleksi dari sikap hukum PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 yang terpilih secara sah dalam MLB pada 18-19 September 2021 di Wantilan Pura Samuan Tiga, Kabupaten Gianyar.
“Sahnya Pengurus PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 telah melalui proses Mahasabha yang didasarkan pada ketentuan pasal 30 ayat (4) Anggaran Dasar PHDI 2016-2021, yang keputusannya bersifat mengikat Umat Hindu Dharma Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 30 ayat (3) Anggaran Dasar PHDI 2016-2021,” kata Dunia.
Dijelaskan, selain didasarkan pada ketentuan Anggaran Dasar, secara de facto PHDI Pusat 2021-2026 hasil MLB telah dijustifikasi dan lolos uji publik sehingga sah dan legitimit. Di sisi lain, sampai dengan akhir masa jabatan PHDI demisioner pada 24 Oktober 2021 yang dipimpin oleh WBT, secara yuridis mereka tidak pernah menggugat keabsahan PHDI Pusat hasil MLB ini sehingga sejak tanggal tersebut berdasarkan ketentuan pasal 30 ayat (1) Anggaran Dasar PHDI telah menjadi satu-satunya PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026.
“Maka sejak 24 Oktober itu, PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 memiliki otoritas dan kewenangan untuk menjalankan Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan program kerja. Sedangkan PHDI yang terbentuk setelah berakhirnya masa jabatan sebelumnya, adalah langkah Out of Law yang tidak didasarkan pada ketentuan hukum, seperti penyelenggaraan Mahasabha XII yang telah menghasilkan ‘Pengurus PHDI Pusat tandingan’ karena terbentuk di luar ketentuan AD/ART,” tegasnya.
Atas pertimbangan itulah, Pimpinan Pengurus Harian PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 yang sah dan legitimit mengajukan gugatan terhadap keabsahan PHDI Pusat tandingan 2021-2026, sehingga status PHDI tandingan hasil Mahasabha XII tersebut telah dinyatakan sebagai Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, yang persidangannya akan dimulai pada 12 Januari 2022 mendatang.
“Kami imbau seluruh pimpinan PHDI provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia agar tetap menjalankan tugas pembinaan kepada umat sesuai dengan program kerja yang selama ini sudah berjalan, dan kami Pimpinan PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 menyatakan bahwa seluruh pengurus PHDI provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia adalah sah dan legitimit,” ungkap Dunia.
Turut hadir Wayan Bagiarta Negara (Jubir/Wakil Ketua VII Pengurus Harian PHDI Pusat 2021-2026), I Dewa Ngurah Surya Anom (Wakil Ketua II), I Made Andriksa (Wakil Sekretaris II), Kadek Petir (Anggota Tim Hukum/Darma Kerta) dan Ketut Sumiata (Ketua Bidang Kopartemen Bidang Tradisi, Adat Istiadat, dan Kearifan Lokal Hindu Nusantara).
*Mejaya-jaya Tak Terkait Keabsahan Pengurus*
Menanggapi ritual Mejaya-jaya yang dilaksanakan oleh “Pengurus PHDI Pusat tandingan” di Pura Penataan Agung Besakih bertepatan dengan Hari Suci Kuningan, Sabtu (20/11/2021) lalu, Ketua Pengurus Harian PHDI Pusat Masa Bakti 2021-2026 Marsekal TNI (Purn) Ida Bagus Putu Dunia mengatakan hal itu sah-sah saja. Namun demikian, bukan lantas pelaksanaan ritual tersebut menjadi bukti keabsahan dari kepengurusan mereka karena tidak tertuang di AD/ART. Selain itu menurut Dunia, kehadiran Presiden Joko Widodo saat pelaksanaan Mahasabha XII juga bukan menjadi penanda legitimasi Pengurus PHDI Pusat 2021-2026 versi Mahasabha XII, karena kehadiran Presiden hanya sebagai bentuk menghormati organisasi Umat Hindu.
“Itu (Mejaya-jaya) menyangkut hal spiritual atau Niskala dan bisa dilakukan oleh siapa saja, maka kami tidak punya hak untuk berkomentar. Hanya yang menggelitik adalah ketika masuk area Pura tidak mengenakan busana sembahyang yang pantas (sesuai adat budaya di Bali) serta menempati balai atau bangunan yang dilarang sesuai aturan (Purana) yang sudah ada di Pura Besakih,” sebut Dunia. (igp)