May 17, 2025
PARIWISATA & SENI BUDAYA

Fenomena Wisman “Siluman”, Mereka Tinggal di Mana? 

LITERASIPOST.COM – BADUNG | Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara, menyoroti rumah kos yang ditempati oleh wisatawan mancanegara (Wisman) perlu difasilitasi untuk didata, dibina dan dibentuk regulasinya. Sedangkan villa/town house ilegal atau bodong, dan apartemen ilegal (pemilik modal kuat), harus segera ditertibkan karena regulasinya sudah ada, yakni UU No. 10 Tahun 2019 tentang Kepariwisataan serta Perda No. 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali. 

Bupati Badung sempat melakukan sidak rumah kos. Pihaknya mengusulkan agar dibuat aturan rumah kos bisa menerima WNA “Saya dukung penuh itu, namun yang justru harus dilakukan pengawasan, pembinaan dan penindakan adalah private villa atau villa bodong, town house, apartemen dan sejenisnya”, kata Puspa Negara.

BACA JUGA :  Sthala Ubud Village Jazz Festival 2024 Berlangsung Meriah

Terkait rumah kos dan rumah tinggal menjadi akomodasi wisata, menurut Puspa Negara, justru menjadi histori pariwisata Bali. Dimana pada tahun 1970-an dan 1980-an hampir semua rumah penduduk di kampung turis SAMIGITA (Seminyak, Legian, Kuta) disulap menjadi akomodasi wisata karena kebutuhan pasar Wisman pada waktu itu. Hal itu pun selanjutnya menjadi cikal bakal munculnya guest house, pension, accomodation, inn, jostel, motel, lodge dan sejenisnya. 

Lanjutnya, soal sidak Bupati terhadap rumah kos, sejatinya sesuatu yang menarik dicermati di tengah fenomena Wisman “siluman”. Dari data statistik sampai akhir Maret 2025, jumlah Wisman y masuk Bali khususnya Badung mencapai 1,9 juta, naik 10% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tapi faktanya, tingkat hunian hotel bintang atau nonbintang di kawasan Kuta, Kuta Selatan dan sekitarnya justru di bawah 30%.

“Terkait langkah bupati untuk melakukan pendataan dan pengaturan rumah tinggal atau rumah kos untuk hunian WNA kami dukung, karena Wisman yang masuk Bali juga sama di seluruh dunia dengan empat tipe yakni Jetset, Middle Up, Middle Low dan Backpacker”, jelas Puspa Negara.

BACA JUGA :  Buka Muscab PHRI Denpasar, Wagub Cok Ace Ajak Komponen Pariwisata Fokus Kualitas SDM dan Lingkungan

“Di sisi lain, warga juga berharap dapat menikmati kue pariwisata untuk memanfaatkan potensi wilayahnya dan tempat tinggalnya untuk bisa mendapat tricle down effect dari wisatawan, sehingga hadirnya rumah kos atau rumah tinggal untuk wisatawan justru bukan merupakan masalah prinsip karena justru masyarakat lokal diuntungkan dalam mengelola akomodasi kelas UMKM, dengan cara diberikan ruang melalui percepatan  regulasi khusus akomodasi berbasis UMKM karena marketnya jelas adalah Wisman Backpacker”, imbuhnya.

Sedangkan Wisman Middle up hingga Jetset justru banyak yang tinggal di private villa yang dikelola oleh WNA/villa liar/bodong, apartemen dan town house. Di sini Wisman lebih merasa nyaman dan privasi terjaga. Akan tetapi, jenis akomodasi ini justru sebagian besar ilegal, maka jenis akomodasi ini yang harus ditertibkan dengan masif karena berpotensi mereduksi pendapatan asli daerah (PAD) melalui PHR.

“Jadi, harapan saya segera dilakukan pendataan secara komprehensif dan akurat oleh Bappeda dengan menggandeng pendidikan tinggi untuk mendapatkan data yang valid tentang jenis dan jumlah sarana akomodasi di Badung”, sebutnya.

BACA JUGA :  Sky Garden Hadir Geliatkan Pariwisata Kuta

“Intinya, saya mendukung pembentukan tim terpadu pendataan, pengawasan dan pengelolaan private villa/town house, apartemen dan sejenisnya, segera ditertibkan, sedangkan untuk rumah kos yang dipergunakan untuk akomodasi WNA kita dorong regulasinya demi masyarakat dapat menikmati kue pariwisata secara langsung”, pungkas Puspa Negara. (L’post/r)

Related Posts