November 25, 2024
PARIWISATA & SENI BUDAYA

Gelar Pameran Tunggal, Ngurah Paramartha Mainkan Layer Warna Lewat “Kadaut”

LITERASIPOST.COM, DENPASAR | Seniman AA Ngurah Paramartha akan menggelar pameran tunggal di Santrian Gallery Sanur, Jalan Danau Tamblingan No. 47 Sanur, Denpasar, pada 7 April hingga 31 Mei 2023. Pameran yang rencananya dibuka oleh kolektor seni Popo Danes tersebut menampilkan 13 karya lukisan di atas kanvas serta 3 karya patung berbahan fiberglass dan plat logam.

Kurator I Made Susanta Dwitanaya menyampaikan pameran ini mengangkat tema “Kadaut”. Dikatakan bahwa Ngurah Paramartha menyadari sepenuhnya sandaran yang diyakini dan dipakai dalam proses melahirkan karya ini adalah pengalaman-pengalaman empirisnya ketika melukis. Bagaimana ia mengakui keterpikatan atau ketertarikan yang dalam Bahasa Bali disebut Kadaut, sebagai fenomena perasaan atau kejiwaan yang menggerakkannya untuk melukis.

BACA JUGA :  Libatkan Stakeholders, FTP UNUD Gelar FGD Re-orientasi Kurikulum dan Peninjauan Visi Misi

Menurut Susanta, membaca proses kreatif dan karya yang dihadirkan oleh Ngurah Paramartha dalam pameran tunggalnya kali ini dapat memakai dua sandaran yakni estetika subyektif maupun estetika subyektif sekaligus. Sebagai pelukis, Ngurah Paramartha tentu saja menyadari sepenuhnya proses dan pengalaman-pengalaman indrawi dan psikis yang dirasakannya dalam kegiatan melukis.

“Artinya, melukis adalah aktivitas yang empirik bagi Ngurah. Lalu, hasil dari pengalaman-pengalaman tersebut menubuh dalam fenomena artistik yang terhampar pada selembar kanvas atau pada selembar plat fiber glass dan plat logam sebagai medium karyanya,” ungkap Susanta saat press conference pada Kamis (6/4/2023).

Pertanyaan berikutnya, Kadaut atau terpikat oleh apa? Ngurah Paramartha mengungkapkan ketertarikan dirinya dalam melihat hamparan layer atau lapisan warna yang dihadirkan secara bebas di awal melukis sebagai sebuah elemen artistik yang memantik dan membuat terpikat untuk menggerakkan proses berikutnya yakni mengkonstruksi figur-figur maupun objek-objek yang hadir dalam karya lukisannya.

Dari kiri: I Made Susanta Dwitanaya (kurator), AA Ngurah Paramartha (seniman) dan Made ‘Dolar’ Astawa (pengelola Santrian Gallery) saat press conference. (Foto: igp/Literasipost)

Warna warna yang saling berkomplementer dan saling tumpang tindih yang ditorehkan secara ekspresif dan bebas menjadi pengalaman-pengalaman yang membebaskan baginya. Ia mengaku tak memperhatikan kaidah-kaidah rasio ataupun logika ketika mulai mengoleskan warna melalui torehan paletnya. Ketika proses ini selesai, la akan menatap hasil torehan bebasnya tersebut. Tahap menatap ini merupakan momentum kunci dalam proses melukisnya lebih lanjut. Hamparan warna yang tersaji seolah-olah memanggilnya, seperti memberi daya pikat yang luar biasa imajinasinya pun bergerak seturut memori memori visual yang pernah dilihat.

Hamparan warna-warna abstraktif tersebut dilihat oleh Ngurah Paramartha memiliki potensi representasi atau kebentukan. Maka garis menjadi pilihan berikutnya untuk mengkonstruksi figur-figur dan objek yang ada dalam imajinasinya yang bertaut pula dengan memori-memori visualnya pada berbagai image naif yang merepresentasikan alam, seperti pohon, binatang serta artefak-artefak budaya visual yang tumbuh dari locus sosio kulturalnya sebagai orang Bali semisal wayang dan kisah-kisah Tantri, atau pengalaman visualnya yang tertarik melihat peninggalan arkeologis suku Maya di Amerika Latin yang ditemukan dalam berbagai sumber baik literatur maupun media virtual.

BACA JUGA :  Libur Lebaran, The Nusa Dua Siapkan Promo Menarik Staycation dan Kuliner

“Rangkaian-rangkaian imaji tersebut jika dibaca secara psikologis dapat terbaca sebagai memori after image yang hadir akibat terstimulasi oleh fenomena pertumpukan lapis warna yang ia hadirkan,” sambungnya.

Sementara Ngurah Paramartha mengungkapkan antusiasmenya pada pameran yang digelarnya kali ini. Ia menyebut Kadaut merupakan pameran tunggal ketiga kalinya, setelah yang pertama digelar di Ubud dengan menonjolkan karya-karya bertema naif, dan pameran kedua menampilkan aktivitas keseharian masyarakat.

“Melalui karya-karya saya yang bertema Kadaut ini, pesannya adalah agar generasi muda, masyarakat Bali khususnya, bisa melestarikan warisan leluhur, apa-apa yang menjadi peninggalan leluhur yang saya siratkan melalui lukisan-lukisan pewayangan ini hendaknya dijaga dan diteruskan karena mengandung nilai-nilai kehidupan yang sangat berguna,” ungkap lulusan STSI Denpasar ini. (igp)

Related Posts