Hadapi Aturan Bisnis Internasional, Negara-negara Asia-Afrika Perlu Samakan Persepsi

LITERASIPOST.COM, NUSA DUA | Apa saja tantangan terkait hukum bisnis internasional yang dihadapi oleh negara-negara anggota AALCO?. Direktur Jenderal Urusan Administrasi Hukum Kemenkumham RI, Cahyo R Muzhar, usai side event International Business and Investment Forum pada The 61st Asian-African Legal Concultative Organization (AALCO) yang berlangsung di BNDCC, Bali, Selasa (17/10/2023), mengatakan bahwa negara-negara untuk bisa kompetitif dalam berbisnis tentunya ada aturan internasional. Banyak aturan internasional maupun regional yang mengatur terkait dengan bisnis.
“Yang diperlukan negara-negara Asia-Afrika itu adalah memiliki kesamaan pandang, kesamaan persepsi, agar bisa turut serta dalam pembentukan hukum internasional. Pasalnya, rezim-rezim hukum internasional itu semua dinegosiasikan oleh negara-negara di dunia. Kalau kita lihat rezim hukum internasional yang mengatur tentang keperdataan dan masalah perdagangan rata-rata memang dinegosiasikan oleh negara-negara maju, dalam hal ini negara-negara barat. Nah, makanya kemudian aturan-aturan seperti WTO, konferensi-konferensi terkait perdagangan, itu semuanya dinegosiasikan pada saat negara-negara Asia-Afrika belum mempunyai gaya lobi atau kekuatan untuk mengimbangi kekuatan negara-negara barat,” ungkap Cahyo.
Oleh karena itu, kata Cahyo, negara-negara Asia-Afrika harus menyamakan persepsi, pandangan dan turut serta mengarahkan dan membentuk rezim-enzim hukum internasional dan juga arsitektur hukum internasional.
Ditambahkan, memang ada beberapa agenda yang diusulkan oleh Indonesia dalam kaitan tersebut, yaitu ingin mengangkat illegal fishing dapat dijadikan salah satu bentuk trans-national organized crime. Mengingat dari data bahwa kehilangan Indonesia dari tindakan illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal) oleh kapal-kapal penangkapan ikan dari negara-negara tetangga atau negara-negara lain menimbulkan kerugian yang luar biasa sebesar 24 miliar dolar per tahun.
“Makanya kita ingin illegal fishing itu tidak hanya menjadi suatu tindak pidana biasa tapi tindak pidana trans-national yang tentunya harus kita perjuangkan bersama-sama dengan negara-negara Asia-Afrika yang punya kesamaan kondisi dengan kita, seperti punya laut, punya ZEE, tapi tidak mudah karena banyak juga negara-negara Asia-Afrika yang tidak punya kepentingan dalam konteks illegal fishing,” terangnya.
Selain itu, Indonesia juga mengusulkan adanya expert group, yaitu grup para ahli di bidang pengembalian aset dari hasil tidak pidana. Usulan ini sudah diterima untuk menjadi salah satu agenda yang akan dibahas dalam pertemuan AALCO ini. Rata-rata negara sangat mendukung usulan tersebut. (igp)














