Lewat “Tedung”, FT UNMAS Denpasar Semprotkan Eco Enzyme di Area Kampus

LITERASIPOST.COM – DENPASAR | Fakultas Teknik Universitas Mahasaraswati (FT UNMAS) Denpasar kembali melaksanakan bakti sosial berupa penyemprotan eco enzyme di lingkungan kampus setempat, Jalan Kamboja, Denpasar, Rabu (5/6/2024). Penyemprotan eco enzyme ini merupakan kegiatan “Tedung” atau Teknik Peduli Lingkungan serangkaian Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap tanggal 5 Juni.
Tidak hanya penyemprotan eco enzyme, kegiatan ini juga diisi pembersihan sampah yang melibatkan mahasiswa dan dosen FT UNMAS Denpasar menyasar lingkungan TK Saraswati 1 Denpasar, SD Saraswati 1 Denpasar, SD Saraswati 2 Denpasar, SMK Farmasi Saraswati 3 Denpasar, SMP (SLUB) Saraswati 1 Denpasar, Rektorat Unmas Denpasar, SMK Saraswati 1 Denpasar, SMA (SLUA) 1 Denpasar dan RSGM Saraswati Denpasar.

Fakultas Teknik Universitas Mahasaraswati (FT UNMAS) Denpasar melaksanakan bakti sosial berupa penyemprotan eco enzyme dan pembersihan sampah di lingkungan kampus. (Foto: ist/Literasipost)
“Kegiatan ini merupakan komitmen kita secara konsisten dengan nama Tedung atau Teknik Peduli Lingkungan yang bertujuan turut menjaga lingkungan agar bersih dan sehat,” ujar Dekan FT Unmas Denpasar, Dr. Ir. I Made Sastra Wibawa, M.Erg., IPM., ASEAN Eng saat memberi sambutan sebelum kegiatan dimulai.
Sastra Wibawa mengatakan Baksos ini dilaksanakan di lingkungan internal kampus lantaran saat ini kegiatan kampus sangat padat. Untuk itu, pihaknya mengadopsi istilah “Padma Kuncup” yang dimaksudkan ketika Padma itu kuncup maka kegiatan dilaksanakan di area lingkungan kampus. Namun, ketika kegiatan kampus sudah tidak padat lagi maka disebut “Padma Kembang” yang mana Baksos dilaksanakan ke luar lingkungan kampus.
“Yang sering kita lakukan yaitu ke desa-desa, ke pantai dan lainnya,” sambungnya, seraya mengatakan pembersihan sampah dilakukan dengan pemilahan terlebih dahulu. Menurutnya, penanganan sampah yang paling utama adalah pemilahan kemudian dikelola.
Pemilahan sampah, ungkap Sastra Wibawa, terkait dengan kebijakan Gubernur Bali (Wayan Koster-red) bahwa sampah itu pengelolaannya berbasis sumber.
“Sampah-sampah yang kita pungut ini kita pilah. Mana yang digunakan untuk eco enzyme dan mana yang tidak digunakan. Jika tidak digunakan maka sampah itu kita komposting. Kita masukkan ke dalam biopori nanti kita angkat menjadi pupuk organik cair,’ jelasnya.
Lebih lanjut Sastra Wibawa mengungkapkan untuk penyemprotan larutan eco enzyme yang merupakan larutan multifungsi dengan harapan zat-zat yang mengotori udara seperti virus dan bakteri akan mati.
“Dengan menyemprotkan larutan eco enzyme sehingga atmosfer kita akan menjadi bersih. Intinya bagaimana kita mengelola sampah dan menjaga lingkungan,” terangnya.
Sastra Wiabwa juga menyinggung Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung yang sudah “overload” bahkan menimbulkan kebakaran. Hal itu lantaran sampah organik mengeluarkan gas metan.
“Sedikit saja tersulut putung rokok akan cepat terjadi kebakaran. Oleh karena itu maka perlu pemilahan sampah dari sumbernya. Boleh dikatakan masyarakat kita termanjakan karena sampahnya ditaruh di depan rumah dan diangkut oleh truk sampah tanpa ada pemilahan terlebih dahulu, ” katanya.
Untuk itu ia sangat mendukung langkah Gubernur Bali (Wayan Koster, red) melalui kebijakan pengelolaan sampah dari sumbernya bertujuan mendidik masyarakat. Dengan demikian selanjutnya pengolahan sampah akan menjadi lebih mudah.
“Kini pengelolaan sampah di banjar-banjar sudah melibatkan anak muda seperti sekaa teruna dan ibu-ibu PKK yang mengelola bank sampah untuk sampah un-organiknya atau sampah plastiknya. Di sini ada nilai ekonomis dari pengelolaan sampah plastik yang dilakukan termasuk bisa ditukarkan dengan sembako,” ujarnya.
Jika pemerintah serius, Sastra Wibawa optimis penanganan sampah bisa seperti di Singapura dan Jepang dimana sampah langsung dikelola lalu menghasilkan energi listrik.
“Pemerintah harus serius. Pemerintah sudah studi banding ke Singapura, ke Jepang. Tirulah itu. Memang biaya tinggi tapi saya yakin bisa karena sampah itu akhirnya akan menghasilkan uang, menghasilkan energi listrik. Misalnya TPA Suwung sekarang mestinya di sana ditaruh mesin, buat pabrik untuk pengolahan sampah sehingga akan menghasilkan listrik. Itu kan lumayan. Memang perlu waktu, dana dan tenaga. Namun kalau pemerintah mau modern, lebih canggih teknologinya maka sampah akan menghasilkan energi listrik,” pungkas Sastra Wibawa. (igp/r)














