Normalisasi Tukad Mati Dihentikan, Ketua LPM Legian Luapkan Kekecewaan kepada BWS
LITERASIPOST.COM, LEGIAN | Penghentian normalisasi tukad mati Legian oleh Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida dinilai sebagai bukti ego sektoral dan super body yang tidak perlu terjadi. “Antar institusi pemerintah kenapa saling tegur? Ada apa ini? Kok malah tidak saling dukung? Padahal payung hukumnya jelas,” ujar Ketua LPM Kelurahan Legian, I Wayan Puspa Negara dengan nada kecewa, Sabtu (5/11/2022).
Dikatakan Puspa Negara, teguran oleh BWS kepada DPUPR Kabupaten Badung yang diikuti dengan penghentian kegiatan normalisasi tukad mati Legian menunjukkan sinyalemen adanya ego sektoral dan keangkuhan staf BWS yang hanya mengutamakan prosedur. Namun ketika terjadi banjir berulang ulang dari tahun ke tahun di kawasan Legian, BWS nyaris tertidur. Buktinya, pengendalian banjir di tukad mati serta maintenance-nya dilakukan oleh DPUPR Badung. Misalnya memasang pompa induk otomatis pengendali banjir di jembatan naga, menyediakan empat unit pompa portable pengendali banjir, membersihkan secara berkala seluruh saluran menuju tukad mati, menjaga Trashrake dan lainnya.
Saat ini sesuai usulan masyarakat Legian dari tahun ke tahun melalui Musrenbangkel, melalui LPM Legian dan telah tertuang dalam APBD Badung tahun 2022 ada nomenclature Normalisasi Sungai di Kabupaten Badung yang menyasar tukad mati sebagai payung hukum pekerjaan, dan hal ini sudah berlangsung sejak tahun 2020, 2021, dan 2022.
“Nilai proyek penataan tukad mati di dalam APBN tahun 2018 sebesar 180 miliar, kok tiba-tiba kini dimasalahkan hanya karena prosedur? Selama ini BWS ke mana? Kami masyarakat Legian sangat kecewa dengan BWS, sejak kami tahu kewenangan tukad mati ada di BWS, bayangkan pada tahun 2017/2018 ada penataan tukad mati oleh BWS mengarah pada penanggulan dan beautifikasi untuk menjadi destinasi, tetapi hasil proyeknya jauh panggang dari api alias proyek gagal, banyak tanggul yang jebol, tidak dibangun tanggul di beberapa titik dan bahkan senderan sungai banyak yang tak sesuai bestek serta ambrol,” bebernya.
Saat ini kegiatan normalisasi tukad mati dihentikan oleh BWS ditengah upaya mengendalikan banjir yang sudah dalam satu bulan lalu terjadi dua kali akibat sedimentasi yang sangat luar biasa tebal (tak pernah dikeruk oleh BWS). “Katanya punya kewenangan, tapi tak melakukan apa-apa, ini menunjukkan BWS atau oknum BWS di lapangan hanya bisa menyalahkan atas dasar prosedur tanpa melihat dirinya yang kurang becus dalam mensupervisi tukad mati,” ungkap Puspa Negara.
Untuk itu pihaknya meminta Kementerian PUPR agar menarik dan mengganti semua staf BWS yang menghentikan pekerjaan normalisasi tukad mati. Selanjutnya meminta kepada BWS untuk segera menormalisasi tukad mati karena saat ini sudah memasuki musim hujan, memperbaiki dinding sungai, memasang tanggul yang tak dipasang saat pengerjaan proyek 3 tahun lalu, menata ulang penampang berganda yg merusak estetika dan tidak elok dipandang karena dikerjakan setengah hati serta melebarkan botle neck tukad mati di Jl Patih Jelantik.
“Jika BWS memang tidak mengagendakan normalisasi tukad mati, apa yg harus dilakukan? Sejauh ini DPUPR Badung-lah yang menjaga, merawat dan memberi teknologi pada tukad mati, sedangkan kami di masyarakat secara partisipatif setiap hari Jumat melakukan gerakan Prokasih (program kali bersih tiada henti berkelanjutan) di tukad mati. Lalu, BWS melakukan apa saja? Sejauh ini BWS jarang melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pemerintahan terbawah, bahkan para petugas BWS di lapangan nyaris tak pernah terlihat batang hidungnya melakukan supervisi, monitoring, komunikasi dan sosialisasi, ternyata bisanya hanya menegur, tapi saat banjir tertidur!,” pungkasnya. (igp/r)