Pemkot Denpasar Beri Ruang Kreatif Gerabah Lewat Pameran Terracotta
LiterasiPost.com, Denpasar –
Sejak mewabahnya pandemi Covid-19, kerajinan Gerabah di Kota Denpasar kian diminati. Hal tersebut lantaran banyak pehobi yang memanfaatkan gerabah untuk berbagai keperluan. Karenanya, Pemkot Denpasar bekerjasama dengan Bekraf Kota Denpasar dan Komunitas Wajah Wanita Gerabah menggelar Pameran Terraccota dan Gerabah se-Bali yang dibuka Ketua Harian Bekraf Kota Denpasar, I Putu Yuliarta dengan protokol kesehatan yang ketat di Gedung Dharmanegara Alaya (DNA) Denpasar, Jumat (19/2/2021).
Hadir dalam kesempatan tersebut tokoh masyarakat Kota Denpasar – Kadek Agus Arya Wibawa, Anggota DPRD Kota Denpasar yang juga tokoh masyarakat Binoh – Nyoman Gede Sumara Putra, Camat Denpasar Utara – I Nyoman Lodra dan Kabid Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekraf – I Wayan Hendaryana.
Ketua Harian Bekraf Kota Denpasar, I Putu Yuliarta didampingi Kabid Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekraf, I Wayan Hendaryana mengatakan mewabahnya Covid-19 justru memberikan dampak positif bagi permintaan gerabah. Hal ini lantaran gerabah saat ini tidak hanya menjadi sebuah karya yang kuno, melainkan karya tradisional yang memiliki nilai artistik tinggi.
“Dahulu kita mengenal gerabah sebagai sebuah karya untuk aktivitas yang bersifat tradisi dan itu-itu saja, namun sekarang ide kreatif muncul dengan sajian baru, dimana gerabah menjadi sebuah karya kekinian yang memberikan estetika yang khas,” jelasnya.
Hendar mengatakan tak jarang masyarakat turut memanfaatkan gerabah sebagai media tanam dalam ruangan. Selain itu, bentuknya yang artistik juga dimanfaatkan sebagai wadah untuk memelihara ikan mas koki.
“Banyak manfaatnya, dan saat ini gerabah mulai menunjukkan pasar yang potensial, sehingga melalui pameran ini diharapkan mampu memberikan dukungan terhadap pengembangan industri kreatif gerabah, khususnya di Kota Denpasar,” terangnya.
Sementara Ketua Panitia, Gelgel Gargendra mengatakan gerabah merupakan salah satu kerajinan tanah liat yang seringkali menjadi bagian dari sejarah dan budaya masyarakat setempat. Aktivitas pembuatan gerabah ini mempunyai jejak sejarah yang cukup panjang, bahkan dipercaya kerajinan tanah sebagai karya seni tertua.
Dikatakan Gelgel, proses pembuatan gerabah memerlukan waktu yang cukup panjang. Dari proses pemilihan dan pengambilan bahan, pengolahan, pembentukan, penjemuran, pembakaran dan finishing dengan bahan dasar tanah liat.
“Proses yang cukup panjang ini, memerlukan ketekunan, ketelitian dan kemahiran dalam setiap tahap proses pengerjaannya,” jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskan pengambilan tema “Pertiwi” dalam pameran kali ini tidak terlepas dari proses pembuatan gerabah. Terinspirasi dari salah satu unsur Panca Maha Bhuta, yaitu Pertiwi, Apah, Teja, Bayu dan Akasa. Panca Maha Bhuta ini dikenal sebagai lima unsur utama yang menyusun alam semesta ini.
“Dari kelima unsur penyusun alam semesta itu, unsur Pertiwi memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dari 4 unsur lainnya. Di dalam Pertiwi, terkandung unsur Apah (zat cair), Teja (unsur api), Bayu (unsur angin) dan Akasa (unsur kekosongan),” ujarnya.
“Seperti proses pembuatan gerabah yang memerlukan proses yang sangat kompleks, yaitu dari penggunaan unsur air (pengolahan tanah menggunakan air), penggunaan unsur angin (proses pengeringan setelah dibentuk), penggunaan unsur api (proses pembakaran) dan unsur kekosongan (ruang untuk menempatkan gerabah itu sesuai dengan fungsinya),” imbuhnya.
Adapun kegiatan ini dikemas dalam beberapa segmen utama. Yakni Exhibition, Workshop, Live Painting, serta Food and Music. Pihaknya berharap dari pameran ini, selain memperkenalkan kembali gerabah style Binoh, juga mengajak semua audiens untuk berefleksi kembali, di tengah suasana pandemi yang kami istilahkan sebagai “Gerubug Agung”.
“Sesungguhnya kita sedang diajarkan oleh Bumi untuk merenung, darimana kita datang dan kemana kita akan kembali itu adalah kembali ke tempat kita berpijak, yakni bumi yang kita kenal sebagai Ibu Pertiwi,” pungkasnya. (igp/r)