Peran Guru Dalam Gerakan Sekolah Menyenangkan (Refleksi Pembelajaran di SMK)

LITERASIPOST.COM, NUSA TENGGARA | Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) umumnya dan SMK Pusat Keunggulan (SMK-PK) khususnya, pada tahun 2021 ini didorong oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menjadi SMK yang menyenangkan. Idealisme Kemendikbud Ristek itu dikemas dalam satu program yang populer disebut “Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM)”.
Pelaksanaan program itu berbasis pada konsep link and match antara proses pembelajaran teoritis di sekolah dan realitas kongkrit.
Saya kira, kehadiran GSM ini memang sangat kontekstual sekarang mengingat ada begitu banyak sekolah yang masih sulit untuk mendapatkan peserta didik baru pada awal tahun ajaran, masih adanya tawuran antar peserta didik dan masih sulit untuk mendorong peningkatan kualitas yang menjadi goal sekolah. Citra sekolah yang menyenangkan tentu berimbas pada tingginya animo dan antusiasme siswa untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tertentu.
GSM merupakan gerakan yang mengupayakan penumbuhan kesadaran akan sekolah sebagai institusi yang tugas pokok dan fungsinya memberikan pelayanan pendidikan dan pembelajaran kepada peserta didik. Titik fokus perhatian adalah bagaimana peserta didik merasa senang atau bahagia berada di lingkungan sekolah.
Pertanyaan yang menggelitik untuk menjadi refleksi kita semua dalam upaya memahami GSM ini adalah siapa yang paling berperan dalam mengembangkan GSM ini? Bagaimana seharusnya peran yang dimainkan oleh subyek sentral itu dalam menjabarkan ideal sekolah yang menyenangkan tersebut?
Salah satu pihak di internal sekolah yang turut berperan dalam upaya menciptakan sekolah sebagai satu institusi yang menyenangkan adalah guru. Guru diharapkan mampu untuk mendandani dirinya sendiri dengan berbagai kemampuan baik hardskill maupun softskill. Guru perlu memiliki suatu pemahaman bahwa merekalah pemilik sekolah yang wajib memberikan pelayanan prima kepada semua pemangku kepentingan sekolah.
Kegagalan pelayan pendidikan dan pembelajaran baik secara individu maupun kelompok justru berdampak negatif terhadap pencitraan dan keberlanjutan sekolah yang bersangkutan.
Bagaimana guru seharusnya memainkan peran dalam mewujudkan sekolah menyenangkan?.
Pertama, guru merupakan figur yang dapat dijadikan contoh, digugu dan ditiru oleh peserta didiknya. Tentu, dalam hal ini menjadi contoh dan dapat ditiru untuk hal-hal yang baik. Guru juga menjadi orang terdepan dalam mengajarkan disiplin melalui sikap dan perilaku yang dapat dijadikan contoh dan ditiru oleh peserta didik. Guru telah berhasil membuat sekolahnya menyenangkan bagi peserta didiknya.
Kedua, aspek pelayanan. Seorang guru mesti menganggap peserta didik sebagai raja untuk mendapatkan layanan prima (excellent service). Peserta didik mendapat pelayanan pembelajaran dan pendidikan dari guru sebagai tuan rumah adalah “hak peserta didik” yang perlu dan wajib dipenuhi.
Pembelajaran yang tidak berpihak pada peserta didik melahirkan peserta didik yang pasrah, menerima apa adanya, sulit berinovasi, kreatif dan mandiri bahkan pembelajaran tersebut terasa membosankan dan membuat jenuh. Tentu saja, kondisi semacam ini berdampak pada penilaian yang tidak menyenangkan untuk guru dan sekolah.
Ketiga, penyajian materi yang hanya satu arah (monologis). Kesulitan dan kurangnya referensi metode mengajar guru, justru melahirkan cara mengajar yang hanya satu arah, textbook, catat buku sampai habis. Guru sangat dominan berperan aktif dalam pembelajaran. Ada kesan bahwa kita menerapkan cara belajar guru aktif, bukan cara belajar siswa aktif. Cara ini sangat kontradiktif dengan Program Merdeka Belajar dengan Pembelajaran Paradigma Baru, yaitu pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik, menggairahkan, menyenangkan, aktif, inovatif, kreatif dan mandiri.
Gerakan Sekolah Menyenangkan adalah wajah sekolah yang diperlihatkan melalui guru. Guru yang menjadi figur model dan kebanggaan, memberikan pelayanan yang prima serta mampu mengubah suasana pembelajaran menjadi suasana yang berpihak kepada peserta didik menjadi media reklame bagi sekolah. Media yang selalu menyuarakan keunggulan sekolah tersebut. Jika guru menerapkan secara optimal beberapa kualitas diri di atas, maka sekolah benar-benar menjadi rumah belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
(Penulis: Kepala SMKN 1 Labuan Bajo, Stefanus Satu, S.Pd.)
(Beberapa bagian telah mengalami penyuntingan sesuai kebutuhan redaksi)














