November 25, 2024
PARIWISATA & SENI BUDAYA

Perupa Marisa R Ng Gelar Pameran dan Event “Table Talk: Food, Our Universal Language” di Bali

LITERASIPOST.COM, DENPASAR | Art Xchange Gallery di Kopi Bali House, Sanur Denpasar kembali menggelar pameran lukisan dengan menghadirkan perupa internasional, yakni Marisa R Ng dari Malaysia. Event ini akan diadakan pada 25-30 Juni 2022.

Marisa juga akan membuat event “Table Talk: Food, Our Universal Language”, dimana ia akan menyajikan menu masakan multikultural karyanya bersama Chef Gabriel Pandanbuana dan Head Barista Juan Kenneth Wijaya.

BACA JUGA :  BEM-KM FAPET UNUD Selenggarakan LPKM 2022

Tempat duduk untuk ‘Table Talk: Food, Our Universal Language” terbatas untuk 12 orang semalam, dan makanan akan disajikan di salah satu karya seni Marisa, tepat di tengah meja bundar berdiameter 2 meter.

Pengalaman interaksi seni sembari bersantap ini diharapkan dapat menghubungkan orang-orang dalam mengeksplorasi dan berbagi, serta mempelajari kebudayaa. Makanan adalah suatu cara dalam menyatukan negara dan budaya yang berbeda-beda.

Direktur Art Xchange Gallery, Benny Oentoro B.A menyatakan akhir-akhir ini dunia sedang kacau dilanda oleh intoleransi akibat rasisme dan agama. Demokrasi seperti yang kita kenal itu semua adalah hal-hal dari masa lalu.

BACA JUGA :  Lokasabha Luar Biasa Tetapkan Made Arka Sebagai Ketua PHDI Kota Denpasar

Sebagian besar negara tanpa menyadarinya, telah membiarkan segregasi rasial antara kelompok yang berbeda berkembang. Kebebasan dan kesetaraan sudan hilang.

Pada tahun 2013, sebuah gerakan bernama Black Lives Matter dimulai. Ini berusaha untuk menyoroti rasisme, diskriminasi dan ketidaksetaraan yang dialami oleh orang kulit hitam. Meskipun benar, ini tidak hanya berlaku untuk orang kulit hitam. Di seluruh dunia, minoritas baik itu ras, budaya atau agama menderita pelecehan dan intoleransi.

”Kita perlu introspeksi diri bahwa dunia ini terdiri dari ras, budaya, dan agama yang berbeda. Hanya ketika kita bersatu, saling menghormati inti dan nilai-nilai lain, kita dapat mulai hidup dalam harmoni,” katanya.

BACA JUGA :  UNUD jadi "Host" Inception Meeting for ACIAR Project 

Art Xchange Gallery dengan senang hati menyelenggarakan pameran tunggal oleh Marisa R Ng yang berjudul TABLE TALK: FOOD OUR UNIVERSAL LANGUAGE. Pameran Table Talk akan membuka dialog tentang perbedaan warisan, ras, budaya dan tradisi.

Marisa adalah seniman abstrak ekspresionis Malaysia, memiliki latar belakang budaya campuran, ayah Tionghoa dan ibu Melayu. Dia sangat akrab dengan budaya dan tradisi Melayu dan Cina.

Menurut Marisa, makan di meja bundar akan menyatukan keluarga sekaligus mendekatkan orang. Kata “kesatuan” dalam bahasa Cina memiliki pengucapan yang mirip dengan kata “bulat” atau “lingkaran”. Meja bundar akan menyatukan keluarga serta membawa orang lebih dekat.

BACA JUGA :  Prihatin PPDB di Bali, BMPS Siapkan Tuntutan ke Pemerintah dan Legislatif

Pameran TABLE TALK: FOOD OUR UNIVERSAL LANGUAGE, menurut Benni, relevan untuk ditampilkan di Indonesia, karena masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai ras, suku, budaya dan tradisi. Belakangan ini, minoritas mengalami pelecehan dan intoleransi di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini.

Tantangannya adalah bagaimana menjaga persatuan di antara ras multikultural yang begitu luas, dengan saling menghormati budaya dan latar belakang yang berbeda. Jangan sampai kita melupakan semboyan nasional kita BHINNEKA TUNGGAL IKA yang berarti Kesatuan dalam Keragaman.

Marisa percaya bahwa makanan adalah bahasa universal kita. Dia berkata, “berbagi makanan bersama tanpa memandang ras dan status di meja bundar tetap menjadi simbol sejati toleransi, kepedulian, cinta dan rasa hormat tidak hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk komunitas kita, bangsa kita dan dunia.”

Marisa R Ng. (Foto: igp)

Rangkaian lukisan “Table Talk” bertujuan untuk membuka dialog tentang warisan, ras, budaya, dan tradisi kita. Ini tentang bagaimana kita hidup dan bagaimana generasi mendatang juga.

Ayah saya orang Cina. Ibuku orang Melayu. Saya dibesarkan oleh pihak Tionghoa dalam komunitas Melayu. Tetangga saya mayoritas Melayu. Saya bangga mengatakan bahwa saya dibesarkan di Malaysia, negara multi-budaya,” ungkap Marisa.

Berasal dari keluarga besar, pengalaman masa kecilnya pergi ke restoran Cina untuk makan malam bersama keluarga besar dan makan di meja bundar. Keluarganya selalu mengadakan makan malam di meja bundar di rumah.

BACA JUGA :  Pengurus DEPETA dan DPD ASITA 1971 Bali Periode 2020-2024 Dikukuhkan, Komit Gelar BBTF

Sebuah keluarga yang makan bersama tetap bersama, dan karena keluarganya hanya memiliki 1 meja makan bundar, keluarga pun berkumpul di sana. Di sana, mereka berbagi makanan, cerita, dan menciptakan kenangan indah yang akan bertahan seumur hidup. Ini disebut tradisi.

“Orang Cina selalu menekankan persatuan dalam budaya mereka. Kata ‘kesatuan’ memiliki pengucapan yang mirip dengan kata ‘bulat’ atau ‘lingkaran’. Lingkaran juga melambangkan pemenuhan, kesatuan dan kesempurnaan. Keluarga besar selalu menjadi simbol kekuatan, kekayaan, dan kekuasaan di Tiongkok kuno dan ideologi ini masih berlaku sampai sekarang,” jelasnya.

Jadi pada dasarnya, agar semua orang dapat duduk di meja sehingga mereka dapat berbicara satu sama lain secara bersamaan, meja bundar adalah suatu keharusan.

BACA JUGA :  Pamerkan "Pinara Pitu" dan Arsip Empat Dekade, Kelompok 7 SDI Layak jadi Maestro Seni Rupa Bali

Orang Asia suka memiliki banyak hidangan di atas meja dan saat makan bersama. Ini berarti bahwa meja bundar adalah opsi yang terbaik untuk penyajian hidangan dalam jumlah besar dan semuanya dapat dijangkau oleh semua orang.

Meja makan di masyarakat Asia biasanya berbentuk bulat bukan meja panjang. Ada dua alasan untuk ini. Pertama-tama, meja bundar membuat orang lebih dekat. Orang dapat berbicara tatap muka dengan mudah di sekitar meja tanpa saling berteriak.

Kedua, “bulat” dalam bahasa Cina adalah 圆 (yuán) dan kata Cina untuk “reuni” adalah 团圆 (tuányuán). Oleh karena itu, bentuk bulat melambangkan “berkumpulnya keluarga” dalam komunitas Tionghoa.

BACA JUGA :  14 Duta Denpasar Siap Unjuk Kebolehan di PKB XLIII

“Kita semua memiliki meja seperti ini di rumah kita. Itu adalah simbol persatuan kita dengan keluarga kita, mewakili perasaan dan keterikatan kita dengan keluarga kita,” sebutnya.

Meja bundar relevan, praktis dan simbolis dalam budaya di seluruh dunia. Hampir semuanya bisa diselesaikan di meja bundar. Meja bundar adalah tempat perayaan berlangsung. Di mana sumpah pernikahan diumumkan di antara pasangan yang saling mencintai.

Duka bagi almarhum. Negosiasi antara mitra bisnis dan jamuan negara untuk menyambut presiden dari negara lain; semua bisa terjadi di meja bundar yang sama. Ini adalah tempat di mana jutaan cerita unik telah dibagikan.

BACA JUGA :  Tiga Bandara AP1 Raih Penghargaan Bandara Terbaik dari INACA

“Saya tinggal di lingkungan yang didominasi oleh suku Melayu di mana pernikahan Melayu diadakan. Deretan meja bundar akan berjejer di depan rumah mereka, tumpah ruah ke jalan-jalan di mana pesta “kenduri kahwin” berlangsung. Demikian pula, pernikahan lainnya di Malaysia (Orang Cina, India dan Melayu) yang diadakan di balai kota setempat dapat terdiri dari, hingga 100 meja bundar. Acara ini adalah peristiwa besar di Malaysia,” ceritanya.

Sementara makanan di atas meja bisa berubah, orang-orang di meja bisa datang dan pergi. Alasan mengapa kita bersatu berbeda-beda tetapi makna di baliknya tetap sama.

BACA JUGA :  Dari Pantai, Dully Kini Berselancar di Ruang Digital

Dalam menghargai warisan multi-budaya saya, berbagi makanan bersama tanpa memandang ras dan status di meja bundar tetap menjadi simbol sejati toleransi, kepedulian, cinta, dan rasa hormat tidak hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk komunitas kita, bangsa kita, dan dunia. Di situlah keajaiban terjadi.

Ini adalah bagaimana dan di mana kita terhubung. Mari lakukan bagian kita untuk mempromosikan persatuan! (igp)

Related Posts