Sampaikan “Petisi 45”, Komunitas Cinta Pertanian Indonesia Usulkan Bentuk Bank Petani
LiterasiPost.com, Denpasar –
Komunitas Cinta Pertanian Indonesia membuat “Petisi 45” dengan tujuan untuk mengangkat harkat dan martabat petani, serta melawan kemiskinan struktural dan kultural.
Ir. I Nyoman Baskara selaku pencetus, menyampaikan bahwa 75 tahun pasca Indonesia Merdeka dan hampir 100 tahun usia Republik Indonesia, tingkat kesejahteraan petani tidak juga kunjung membaik. Petani sebagai pilihan kehidupan masyarakat masih bergelut dengan persoalan-persoalan elementer yang mestinya telah menjadi bagian dari masa lalu, yaitu kemiskinan dan keterbelakangan. Bahkan, yang lebih menyedihkan, petani kerap menjadi bagian dari masyarakat korban ketidakadilan.
Padahal, data dan fakta berbicara bahwa sektor pertanian menafkahi dan memberikan pekerjaan pada sekitar 35 persen angkatan kerja.
“Tetap terpuruknya sektor pertanian, dan/atau relatif rendahnya pertumbuhan sektor ini dibandingkan sektor ekonomi lainnya, dapat bahkan telah memicu ketidakstabilan sosial. ‘Tidak ada stabilitas sosial tanpa keadilan, tidak ada perdamaian tanpa keadilan, dan tidak ada kedamaian di hati tanpa perdamaian’, demikian pernyataan bijak seorang filsuf,” kata Baskara kepada awak media di Agro Learning Center, Jalan Cekomaria Gang Raya, Denpasar, baru-baru ini.
Lanjut dia, jika merujuk perjuangan bangsa ini dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, kepentingan wong cilik (buruh, petani, dan nelayan) selalu menjadi tema sentral dan motivasi utama perjuangan kemerdekaan, bukan sekadar sebagai pemanis jargon politik seperti yang nyata terasa belakangan ini.
Atas dasar pemikiran tersebut, pihaknya menyampaikan petisi kepada kalangan eksekutif, legislatif di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, sebagai berikut :
1. Liberalisasi pertanian, khususnya produk tanaman pangan, tidak dilanjutkan. Sebagai gantinya disiapkan program kedaulatan pangan nasional untuk meningkatkan produktivitas pertanian, keamanan stok pangan nasional, dan memperbaiki secara substansial kesejahteraan petani.
2. Program industrialisasi produk pangan untuk peningkatan nilai tambah, penciptaan kesempatan kerja baru, dan memperkuat daya saing di pasar internasional, menjadi prioritas utama dalam alokasi anggaran, kebijakan investasi, dan sistem insentif perkreditan.
3. Segera dibentuk Bank Petani sebagai penggerak pendanaan bagi pertumbuhan pertanian dan proses industrialisasi pertanian yang menyertainya.
4. Dalam era algoritma, ekonomi digital menjadi keniscayaan, kecerdasan buatan dan sejenisnya menentukan daya saing. Maka, investasi di sektor IT demi mendukung modernisasi sektor pertanian harus diberikan prioritas tinggi.
5. Bagi Bali yang perekonomiannya luluh-lantak sebagai akibat dari hancurnya industri pariwisata karena pandemi, kami usulkan agar disusun agenda konkret penyelamatan ekonomi Bali untuk menghindari risiko kebangkrutan usaha dan sejumlah langkah terobosan di sektor pertanian, yang secara faktual pada saat ini menjadi penampung tenaga kerja yang berasal dari sektor pariwisata, sekaligus penyelamat kehidupan mereka.
Sebagai Pembina dan Dewan Pakar dari komunitas ini, di antaranya Dr. Jro Gede Sudibya, Prof. Dr. Ir. Wayan Windia, Drh. Nining Hartaningsih, MVSc.Ph.D, Dr. Ir. Dewa Sudita, Dr. Agus Budi Harja, Dr. Dewa Gede Palguna, Wayan Supadno, Prof. Dr. Made Suparta Utama, dan Prof. Dr. Ir. Nyoman Suparta. (igp)