TRANS METRO DEWATA: Kebutuhan atau Kelengkapan?
Penghentian operasional bus Trans Metro Dewata perlu dilakukan untuk evaluasi menyeluruh dan menghadirkan kembali tata kelola transportasi publik yang spesifik, unik dan menjadi daya tarik bagi warga dan wisatawan
LITERASIPOST.COM – BADUNG | Ketua Fraksi Gerindra DPRD Badung, I Wayan Puspa Negara menyampaikan transportasi publik adalah kebutuhan dasar, suatu keharusan dan kewajiban pemerintah untuk menyediakannya. Transportasi publik di Bali sepertinya tak dibutuhkan, padahal hal ini adalah syarat dasar kemajuan pembangunan. Terlebih, Bali sebagai destinasi internasional harus memiliki transportasi publik yang terkoneksi antar destinasi atau obyek wisata.
Fakta menunjukkan bahwa masyarakat Bali sepertinya jauh lebih nyaman beraktifitas hidup dalam kebiasaan menggunakan transportasi pribadi. Hal ini sesungguhnya menjadikan penumpukan kendaraan pribadi di kawasan tertentu pada tujuan yang sama sehingga terjadi kemacetan. Padahal, jika transportasi publik yang jauh lebih nyaman hadir maka situasi itu idealnya dapat diatasi.
“Kenapa transportasi publik justru ditinggalkan? Ini karena kebijakan publik di sektor transportasi belum berpihak kepada masyarakat, yakni menyangkut habit atau kebiasaan perilaku yang sulit diubah. Untuk bisa mengubah perilaku tersebut harus dilakukan mulai dari tata kelola kebijakan cerdas, cermat dan akurat yang mampu menciptakan perubahan perilaku (pengetahuan, ketrampilan dan sikap masyarakat) untuk menggeser kebiasaan transportasi pribadi ke transportasi publik, langkah yang berat tapi itulah tugas pemimpin untuk menciptakan inovasi dalam transportasi publik yang nyaman dan efisien, sehingga terpenuhinya nilai transportasi publik yang bermanfaat tinggi sebagai kebutuhan dasar bagi warga umumnya tanpa kecuali hingga wisatawan,” kata Puspa Negara.
Menurutnya, secara gradual transportasi publik harusnya mampu menghindari kemacetan. Layanan transportasi publik harus diciptakan pula sebagai insentif dan subsidi silang pelayanan kepada rakyat atas pajak dan retribusi yang telah mereka bayar.
“Bagi saya, transportasi publik harus tetap ada di Bali sebagai bentuk service kepada masyarakat dan wisatawan. Terhadap dihentikannya operasional Trans Metro Dewata karena MoU yang sudah berakhir, saya setuju dengan catatan dilakukan evaluasi untuk hadirnya kembali transportasi publik yang lebih nyaman untuk mampu menjawab kebutuhan akan transportasi bagi warga dan wisatawan,” ungkapnya.
Catatan dari Puspa Negara terhadap Trans Metro Dewata adalah perlunya transportasi publik di era sekarang mendapatkan ruang didahulukan seperti halnya pejabat dengan pengawalan. Artinya, transportasi publik harus lebih nyaman dari transportasi pejabat (dikawal), sehingga berangsur-angsur mengubah cara pandang dan perilaku masyarakat untuk beralih ke moda transportasi publik.
Di sisi lain terkait telah dilakukannya groundbreaking pembangunan LRT sejak September 2024, diharapkan LRT ini bisa menjadi alternatif transportasi publik yang diidamkan oleh masyarakat dan wisatawan, dimana tahap pertama diperkirakan beroperasi pada tahun 2028.
“Jadi, penghentian operasional bus Trans Metro Dewata perlu dilakukan untuk evaluasi menyeluruh dan menghadirkan kembali tata kelola transportasi publik yang spesifik, unik dan menjadi daya tarik bagi warga dan wisatawan,” tutup Puspa negara. (LP/r)