Di Bawah Umur, KPPAD Bali Awasi Proses Hukum Pelaku Pembunuhan Pegawai Bank
LiterasiPost.com, Denpasar –
Menyikapi kasus pembunuhan pegawai bank Ni Putu Widiastiti (24) yang dilakukan oleh Putu AHP (14), Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali akan melakukan pengawasan proses hukum terhadap pelaku yang masih di bawah umur tersebut.
Ketua KPPAD Bali, AA Sagung Anie Asmoro mengatakan, pihaknya hanya mengawasi proses hukum dan prosedur pemeriksaan polisi terhadap pelaku. Karena, anak-anak punya hak masa depan dan hak untuk mendapatkan pendidikan.
“Kami bukan berarti membela pelaku pembunuhan, tapi undang-undang mengharuskan, jika pelaku tindakan pidana di bawah umur perlu mendapatkan perhatian khusus. Lantaran anak yang menjadi pelaku, di sisi lain juga menjadi korban dari salah asuh orang tua,” kata Anie di Denpasar, Sabtu (2/1/2021).
Ia menyarankan kepada para orang tua agar jangan sekali-kali bersikap kasar di masa tumbuh kembang anak. Tindakan itu bisa ditiru oleh anak.
“Sebagai orang tua jangan sekali-kali berlaku kasar, bahkan bertengkar di depan anak dalam masa tumbuh kembang. Itu akan menjadi memori buruk bagi anak,” ungkapnya.
Wakil Ketua KPPAD Bali Bidang Pengasuhan Keluarga, Eka Santi Indra Dewi mengungkapkan pelaku memiliki kehidupan yang kelam. Ia berasal dari keluarga broken home akibat orang tuanya menikah muda semasih SMP. Selain itu juga akibat faktor ekonomi keluarga sehingga pelaku sempat putus sekolah.
“Jika orang tuanya bisa lepas dari kemiskinan tentunya bisa mengasuh dengan baik, sehingga anak menjadi baik. Faktor kemiskinan tentu harus mendapat perhatian pemerintah. Tumbuh kembang anak tidak lepas dari kondisi ekonomi,” jelas Eka.
Sementara itu, Komisioner Bidang Anak Berhadapan Dengan Hukum, Ni Luh Gede Yastini menegaskan, sesuai UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahwa vonis bagi anak yang melakukan tindak pidana adalah setengah dari hukuman orang dewasa.
“Misalkan vonis pada orang dewasa hukuman seumur hidup atau hukuman mati, maka vonis untuk terpidana anak di bawah umur maksimal 10 tahun penjara. Anak tersebut mesti dimasukkan dalam Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) ada di Karangasem, tidak boleh dicampur dengan napi dewasa,” ungkap Yastini.
Terkait proses pemberkasan masa penahanan terhadap pelaku tindak pidana anak di bawah umur pun ada batasannya. Rentang waktu penahanannya lebih pendek dibandingkan masa penahanan pelaku dewasa.
“Untuk kepentingan penyidikan, penahanan terhadap anak dilakukan paling lama 7 hari dan dapat diperpanjang 8 hari. Untuk penuntutan oleh jaksa, penahanan dilakukan paling lama 5 hari dan dapat diperpanjang 5 hari,” sebutnya.
Pihaknya juga mengingatkan siapapun agar jangan memposting atau mempublikasikan identitas anak di bawah umur yang tersangkut tindak pidana, baik sebagai pelaku maupun korban. Foto wajahnya harus diblur (diburamkan), namanya memakai inisial, serta alamat lengkap dan nama orang tua dari anak tersebut disembunyikan. Jika dilanggar akan dikenakan sanksi pidana.
“Pasal 19 dan 97 UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp500 juta,” tegas Yastini.
KPPAD Bali mencatat dari tahun 2017 hingga akhir 2020 ada sekitar 746 kasus anak yang berhadapan dengan hukum. Dari jumlah tersebut, 400 anak sebagai pelaku yang didominasi kasus pencurian dan 346 sebagai korban yang sebagian besar kasus kekerasan seksual.
“Data ini kami dapatkan dari pemberitaan media massa. Beberapa korban saat ini masih dalam pengawasan kami, karena proses hukumnya tidak berjalan dengan baik, terutama kasus pencabulan,” pungkasnya. (igp)